REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat terorisme dari Institute For Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai serangan bom di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur dilakukan untuk menciptakan teror atau ketakutan masyarakat. Serangan bom ini terjadi pada Rabu (24/5) malam.
“Tentu saja (untuk menciptakan) kepanikan dan ketakutan. Kebetulan ada isu global maupun lokal yang bisa diutak-atik,” kata Fahmi kepada Republika.co.id, Kamis (25/5).
Ia menilai, munculnya tindakan kekerasan dan serangan ini seringkali dilakukan dengan menggunakan motif agama, mengingat gairah masyarakat akhir-akhir ini terhadap agama semakin meningkat. Namun, Fahmi mengatakan, seharusnya agama bukan hanya dijadikan sebagai ideologi. Pemahaman terhadap ilmu agama pun harus dipelajari secara mendalam.
“Kedangkalan, ketidakberpikiran, yang berkelindan dengan persepsi diperlakukan tak adil dan dijahati, berpotensi mewujud dalam munculnya firqah-firqah baru yang tak jelas, dan berpotensi salah jalan jika masyarakat tak segera meningkatkan daya tahannya,” ujarnya.
Dalam serangan bom di terminal Kampung Melayu ini, dua pelaku dinyatakan tewas di tempat. Kadiv Humas Polri Irjen Polisi Setya Wasisto mengatakan pelaku terduga bom bunuh diri ada dua orang. "Hasil olah TKP kembali harus saya sampaikan, ternyata ada dua pelaku yang meninggal. Keduanya laki-laki" kata Setya kepada wartawan saat meninjau lokasi, Rabu malam, (24/5).
Setya mengatakan bom yang diledakkan pelaku di terminal Kampung Melayu itu menyebabkan tiga anggota polisi tewas di tempat. "Ada tiga anggota polri yang gugur, bersamaan dengan dua orang pelaku yang meninggal," ujarnya.