Selasa 09 May 2017 19:37 WIB

Kejaksaan: Vonis Ahok Melebihi Tuntutan JPU Hal yang Wajar

Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama berbincang dengan kuasa hukumnya usai mendengarkan vonis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (9/5). Dalam sidang tersebut, Ahok dijatuhi hukuman dua tahun penjara
Foto: Raisan Al Farisi/Republika
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama berbincang dengan kuasa hukumnya usai mendengarkan vonis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (9/5). Dalam sidang tersebut, Ahok dijatuhi hukuman dua tahun penjara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) DKI Jakarta, Masyhudi menilai vonis terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), merupakan hal yang wajar.

"Masalah putusan yang lebih tinggi dari tuntutan JPU, itu hal yang menurut saya wajar," katanya di Jakarta, Selasa (9/5).

Seperti diketahui, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara memvonis Ahok dengan dua tahun penjara atau lebih tinggi dari tuntutan JPU dengan satu tahun penjara dengan dua tahun percobaan. Pasalnya, kata dia, rasa keadilan terhadap perkara tersebut, bisa saja berbeda antara penegak hukum.

"Yang penting ini didasarkan pada argumentasi yang bisa dipertanggungjawabkan," ujarnya.

Saat ditanya apakah kejaksaan akan mengajukan banding atas vonis tersebut, dikatakan, pihaknya memiliki waktu tujuh hari untuk menentukan sikap apakah menerima atau akan melakukan upaya hukum.

"Sikap JPU tentunya seusai UU akan pikir-pikir selama tujuh hari," ucapnya.

Sebelumnya dalam tuntutan JPU menyatakan pasal yang dikenakan terhadap Ahok adalah Pasal 156 atau dapat dikatakan Ahok tidak terbukti melakukan tindak penistaaan agama. "Jaksa berkeyakinan yang dapat membuktikan Pasal 156 KUHP itu, mengacu fakta-fakta persidangan. Nanti hakim yang memutuskan," kata Jaksa Agung HM Prasetyo.

Seperti diketahui, dalam perkara itu jaksa mendakwa Ahok dengan Pasal 156 KUHP atau tindak permusuhan di depan orang atau golongan dan Pasal 156A KUHP terkait penistaan agama.

Namun jaksa 'mementahkan' sendiri dakwaannya dalam tuntutan yang hanya mengenakan Pasal 156 KUHP. Hakim PN Jakut justru sebaliknya mengenakan Pasal 156A KUHP terkait penistaan agama hingga orang nomor satu di DKI Jakarta itu harus mendekam selama dua tahun penjara.

Majelis hakim PN Jakut menegaskan bahwa perkara tersebut berbeda kasus dengan kasus Buni Yani, pengunggah rekaman Ahok di Kepulauan Seribu. Sedangkan dalam tuntutan JPU, bahwa kasus Buni Yani melekat dalam kasus Ahok karena Buni Yani yang pertama memviralkan rekaman di medsos itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement