Selasa 09 May 2017 11:50 WIB

KPK Panggil Anggota DPR Terkait Miryam

 Saksi kasus dugaan korupsi pengadaan proyek e-KTP Miryam S Haryani usai memberikan keterangan saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (30/3).
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Saksi kasus dugaan korupsi pengadaan proyek e-KTP Miryam S Haryani usai memberikan keterangan saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (30/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK memanggil anggota Komisi II dari Fraksi Partai Golkar Markus Nari terkait penyidikan kasus memberikan keterangan tidak benar pada persidangan perkara proyek KTP elektronik (KTP-el) untuk tersangka Miryam S Haryani.

"Markus Nari diperiksa untuk tersangka MSH (Miryam S Haryani)," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa (9/5).

Markus Nari, salah satu anggota DPR yang disebut dalam dakwaan mantan direktur jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan mantan direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto dalam kasus dugaan korupsi pengadaan KTP-el 2010-2012.

Dalam dakwaan disebutkan guna memperlancar pembahasan APBNP tahun 2012 tersebut, sekitar pertengahan Maret 2012 Irman dimintai uang sejumlah Rp 5 miliar oleh Markus Nari selaku anggota Komisi II DPR. Untuk memenuhi permintaan tersebut, Irman memerintahkan Suharto untuk meminta uang tersebut kepada Direktur Utama PT Quadra Solution Anang S Sudiharjo yang merupakan anggota konsorsium PNRI.

Atas permintaan itu, Anang hanya memenuhi sejumlah Rp 4 miliar yang diserahkan kepada Sugiharto di ruang kerjanya. Selanjutnya, Sugiharto menyerahkan uang tersebut kepada Markus Nari di Restoran Bebek Senayan, Jakarta Selatan. Namun, dalam sidang 6 April 2017 lalu, Markus yang menjadi saksi dalam sidang membantah hal tersebut.

"Saya tidak pernah terima uang Rp 4 miliar dalam bentuk dolar dan rupiah," kata Markus.

Selain Markus, KPK juga memanggil dua orang staf ahli Miryam, Desti Nursahkinah dan Akbar, serta seorang asisten rumah tangga bernama Mini.

Miryam disangkakan melanggar Pasal 22 jo Pasal 35 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur mengenai orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta. Dalam persidangan pada Kamis (23/3) di Pengadilan Tipikor Jakarta diketahui Miryam S Haryani mengaku diancam saat diperiksa penyidik terkait proyek kasus KTP elektronik (KTP-el).

"BAP isinya tidak benar semua karena saya diancam sama penyidik tiga orang, diancam pakai kata-kata. Jadi, waktu itu dipanggil tiga orang penyidik," kata Miryam sambil menangis.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement