Jumat 05 May 2017 09:03 WIB

Ibu 55 Tahun dari Palembang yang tak Pernah Absen dari Aksi 411 Sampai 55

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Bilal Ramadhan
Para peserta Aksi SImpatik 55 yang melakukan shalat subuh di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (5/5).
Foto: Republika/Mas Alamil Huda
Para peserta Aksi SImpatik 55 yang melakukan shalat subuh di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (5/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang perempuan berkacamata masih mengenakan mukena ketika tengah malam menuju pergantian hari ke Jumat (5/5), di Masjid Istiqlal, Jakarta. Ia terlihat terus berdzikir dengan gerakan bibir yang tak pernah berhenti. Kedua tangannya menengadah dengan berpangku pada kakinya.

Ia duduk di salah satu sudut masjid di pusat Ibu Kota itu. Kerutan di kantung matanya menunjukkan tak lagi muda usianya. "Saya sudah 55 tahun," kata Hertati tersenyum.

Jilbab hitam dan baju batik lengan panjang yang dikenakan kian mengesankan perempuan ini bersahaja. Kehadirannya di Istiqlal tak lain untuk mengikuti Aksi 55. Ia datang jauh dari Palembang. Ibu dua putri itu tiba di Istiqlal sekitar pukul 16.00 WIB, Kamis (4/5).

Dia datang seorang diri. Dari Palembang, ia naik pesawat untuk sampai di Ibu Kota. Semua biaya dari kantong pribadinya. Jutaan rupiah ia keluarkan untuk biaya perjalanan dan hidup di Jakarta.

Hartati merasa, harga tiket pesawat dan seluruh biaya itu tak ada apa-apanya dengan keyakinan untuk membela apa yang diyakininya benar. Dia hanya seorang ibu rumah tangga sekaligus beternak bebek di kampung halamannya. Keluarga, mendukung penuh apa yang ditempuh Hertati.

Dia menceritakan, Aksi 55 ini adalah salah satu bagian dari rangkaian panjang perjalanannya dalam mengikuti berbagai aksi di DKI. Dari Aksi 411, 212, 313, 19 April hingga Aksi 55 ini. Semua ia ikuti, datang dari Palembang seorang diri, dan dengan biaya pribadi.

"Saya membela agama yang saya yakini, dan saya masih mampu. Kalau tidak sekarang, apa menunggu sampai kita meninggal," katanya sambil memegang gawainya.

Hertati menunjukkan dokumentasi pribadinya di gawai saat Aksi 411 hingga 19 April lalu. Tapi yang terpenting, menurutnya, bukan dokumentasi itu, tapi harapan yang disuarakannya. Hertati berharap suaranya didengar petinggi negeri ini. Ia meminta hukum ditegakkan seadil-adilnya. Dan yang paling mendasar, dia tak ingin keyakinannya dinistakan.

Hertati mengaku mengikuti perkembangan dan situasi di Jakarta dari berbagai media, dari televisi, berita online hingga media sosial. Ia merasa tak tahan untuk tidak ikut bersama ratusan ribu orang yang berkumpul di satu tempat menuntut hal yang sama.

Jelang putusan persidangan kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama, dia berharap hakim mampu memutuskan seauai hati nurani, tanpa intervensi. "Beri kami keadilan," ujar dia.

Aksi 55 yang diprakarsai Gerakan Nasional Pembela Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) ini bertujuan menuntut keadilan terkait kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta Ahom. Aksi dilakukan menjelang putusan majelis hakim pada Selasa, 9 Mei mendatang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement