Jumat 28 Apr 2017 16:14 WIB

Pengamat: Meski Hak Angket Disetujui, KPK Berhak tak Buka Kasus KTP-El

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Bilal Ramadhan
Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah memberikan keterangan pada wartawan terkait keputusan penggunaan hak angket selepas melaksanakan acara diskusi di gedung Nusantara III, Jumat (28/5).
Foto: Republika/Singgih Wiryono
Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah memberikan keterangan pada wartawan terkait keputusan penggunaan hak angket selepas melaksanakan acara diskusi di gedung Nusantara III, Jumat (28/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamat politik dari Universitas Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf mengatakan, walaupun hak angket sudah disetujui oleh DPR, namun KPK berhak tidak membuka perkara yang kaitannya akan memengaruhi penyelidikan dan penyidikan. Karena, bukti atau penyelidikan tersebut adalah proses hukum, bukan administrasi pemerintahan.

“Jadi hemat saya, KPK berhak untuk tidak membuka dengan hal-hal yang berkaitan dengan penyidikan dan penyelidikan. Karena kalau dibuka, khawatir nanti kemana-mana isu dan substansinya, yang pada akhirnya tidak jelas antara penegakkan hukum dan pendekatan politiknya,” kata Warlan saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (28/4).

Warlan menjelaskan, Hak angket adalah penyelidikan yang bisa mengungkap bukti-bukti, dan itu bisa menjadi bahaya, jika perkara yang dibuka terkait dengan penyilidikan. Padahal, lanjut Warlan, misalnya bukti tersebut adalah strategi KPK dalam penyelidikan, penyidik, pentyidik saja yang bisa membuka.

Seharusnya, kata Warlan, hak angket sebagai instrument Negara hanya bisa digunakan untuk mengawasi hal-hal yang umum, misalnya anggaran KPK, proses recruitment KPK, kinerja KPK, dan lain-lain, bukan malah digunakan pada kasus secara khusus.

“Ya begitu, Khawatirnya hak angket ini kebablasan, dan ada semacam ‘request’, tolong ini jangan diginikan ya, tolong ini jangan ditanyakan, tolong ini jangan diperkarakan. Nanti akan merusak sistem negara hukum, khawatir hak angket ini kebablasan masuk ke wilayah hukum yang memang menjadi strategi KPK,” jelas Warlan.

Warlan menegaskan, jangan mentang-mentang DPR yang terseret kasus megakorupsi KTP-el, timbul kekhawatiran KPK akan menusuk atau mencakar mereka, DPR menggunakan instrument Negara, seperti hak angket untuk membela mereka.

Dia mengimbau, anggota DPR yang tidak menyutujui adanya hak angket, bisa berperan sebagai pengawas. Yang berperan sebagai, pengontrol agar nanti tidak menyimpang dari fungsi utama pengawasan DPR secara politis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement