REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan atas Pengacara Farhat Abbas sebagai saksi dalam penyidikan memberikan keterangan tidak benar pada persidangan perkara tindak pidana korupsi proyek KTP elektronik (KTP-el) atas nama terdakwa Irman dan Sugiharto.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Miryam S Haryani (MSH)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat (21/4).
Selain memeriksa Farhat Abbas, KPK juga dijadwalkan memeriksa mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraeni dan Vidi Gunawan seorang wiraswasta sebagai saksi untuk tersangka Miryam dalam kasus yang sama. Miryam telah ditetapkan sebagai tersangka memberikan keterangan tidak benar pada persidangan perkara tindak pidana korupsi proyek KTP elektronik (KTP-e) atas nama terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Miryam sendiri telah dua kali tidak memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Sebelumnya, KPK menerima surat keterangan sakit dari Miryam sehingga tidak memenuhi panggilan kedua dari KPK pada Selasa (18/4).
Miryam disangkakan melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta.
Dalam persidangan pada Kamis (23/3) di Pengadilan Tipikor Jakarta diketahui Miryam S Haryani mengaku diancam saat diperiksa penyidik terkait proyek kasus KTP Elektronik (KTP-E). "BAP isinya tidak benar semua karena saya diancam sama penyidik tiga orang, diancam pakai kata-kata. Jadi waktu itu dipanggil tiga orang penyidik," jawab Miryam sambil menangis.
Terkait hal itu, Miryam dalam persidangan juga menyatakan akan mencabut BAP atas pemeriksaan dirinya.
Dalam dakwaan disebut bahwa Miryam S Haryani menerima uang 23 ribu dolar AS terkait proyek sebesar Rp 5,95 triliun tersebut.