REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 38.000 Nomor Induk Kependudukan (NIK) terindikasi tidak berdomisili di Jakarta sehingga masuk dalam program penataan administrasi kependudukan (adminduk). Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta Budi Awaluddin mengatakan saat ini Pemprov fokus melakukan verifikasi pada 38.000 NIK tersebut.
Adapun verifikasi ini merupakan bagian dari langkah cepat dalam penataan data kependudukan di ibu kota. Budi menyampaikan, jumlah data awal tahun lalu sempat tercatat mencapai 3 juta NIK yang perlu diverifikasi. Namun, setelah berbagai proses pemindahan mandiri dan penghapusan alami, seperti warga yang meninggal atau pindah domisili, kini tersisa sekitar 2,1 juta.
"Dari situ kami identifikasi 100 ribuan data yang butuh verifikasi lanjutan, dan kini kami fokuskan ke 38 ribu untuk penataan tahap awal," ujar Budi, Rabu (7/5/2025).
Budi mengatakan penataan dalam bentuk penonaktifan NIK ini bersifat sementara dan bertujuan mendorong warga agar melakukan pelaporan domisili sesuai tempat tinggal yang sebenarnya. Meski dinonaktifkan sementara, NIK warga tetap bisa digunakan kembali setelah proses pindah domisili dilakukan secara resmi.
"Tujuan kami bukan mencabut NIK secara permanen. Tapi agar warga sadar dan melakukan penyesuaian domisili. Banyak yang sudah pindah secara sadar ke daerah tempat tinggal sebenarnya dan itu justru yang kita harapkan," kata Budi.
Menurut dia, alasan warga enggan pindah domisili sangat beragam, mulai dari rumah di Jakarta yang sudah dikontrakkan, keinginan tetap mendapat pelayanan publik di DKI Jakarta, hingga kemungkinan kembali tinggal di Jakarta suatu waktu nanti.
"Bisa saja rumahnya dikontrakkan, tapi dia tinggal di daerah lain. Atau mungkin karena pelayanan publik di Jakarta lebih baik, mereka belum ingin ganti alamat," katanya.
Bahkan, kata dia, mungkin masih ada yang mengakses layanan pendidikan atau kesehatan di Jakarta.