REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Golkar, Indra J Pilliang menuturkan, Pilkada DKI selalu menjadi seperti pemilu sela. Pasalnya, hajatan akbar di Ibu Kota itu digelar 2,5 tahun sebelum Pilpres.
"Bahkan, sebelum Pilkada dimulai sudah heboh, masyarakat sudah mulai heboh," ujar dia, Senin (17/4) siang.
Indra yang sudah 25 tahun menjadi warga Jakarta itu melihat Pilkada DKI Jakarta 2012 lalu lebih mengandalkan pergerakan relawan. Ini sangat berbeda dengan Pilkada DKI 2017 saat ini, yang tidak terlihat sama sekali pergerakan relawannya. Bahkan, saat hari H Pilkada, tidak ada warga yang menggunakan atribut-atribut dukungan kepada salah satu paslon.
Tetapi, menurut Indra, isu agama dan nasionalisme yang muncul ke permukaan memanaskan suhu perpolitikan saat ini. Salah satu isu yang berkembang adalah perda Syariah Islam, seperti hukum cambuk dan potong tangan akan diterapkan di Jakarta, akan diterapkan jika Anies-Sandi terpilih.
"Saya heran. Aceh saja yang sudah menerapkan hukum syariah, tidak ada yang potong tangan atau potong jari sekalipun. Kalaupun hukum cambuk ada, itu dikerjakan oleh Mahkamah Syariah. Jadi isu-isu seperti ini yang membahayakan," kata Indra.
Bahkan muncul juga pernyataan, jika Ahok-Djarot menang, keimanan umat Islam warga DKI Jakarta patut dipertanyakan. Menurut Indra, semua itu sudah menyinggung SARA. Padahal masyarakat ingin Pilkada DKI menjadi damai dan tidak memecah belah atau kemudian mematik konflik horizontal.
"Semua harus bertemu pada satu solusi dan pemecahan agar tidak terjadi hal tersebut," ucap dia.