Kamis 13 Apr 2017 21:32 WIB

Praktisi Hukum: Penundaan Sidang Ahok Berbau tidak Sedap

Rep: Dea Alvi Sorayaa/ Red: Teguh Firmansyah
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama berbincang bersama kuasa hukumnya saat menjalani sidang lanjutan dengan agenda pembacaan tuntutan di ruang auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (11/4).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama berbincang bersama kuasa hukumnya saat menjalani sidang lanjutan dengan agenda pembacaan tuntutan di ruang auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (11/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaya Purnama (BTP) terpaksa ditunda karena ketidaksiapan jaksa Penuntut Umum (JPU). Hakim memutuskan sidang akan digelar pada 20 April mendatang, atau sehari setelah hari pemungutan suara putaran kedua Pilkada DKI Jakarta dilakukan.

Praktisi Hukum, Alungsyah, menganggap sidang tersebut berbau tidak sedap. Ditinjau dari sisi hukum, khususnya kasus pidana, dia menganggap seharusnya tuntutan dapat dibacakan dengan segera tanpa ada alasan penundaan dan sebagainya.

"Menurut saya penundaan dalam perapektif pidana hanya boleh dilakukan pada saat terdakwa dipanggil dengan cara tidak sah (154 ayat 3 KUHAP), sakit atau sedang menjalankan tugas negara yang itu sifatnya penting," ujar Alungsyah, Kamis (13/4) malam.

Penundaan pembacaan putusan, menurut dia, berawal karena adanya surat dari Kapolda yang ditujukan kepada hakim untuk dilakukan penundaan dengan alasan keamanan dan ketertiban. Selain itu, Jaksa Penuntut Umum belum siap atas naskah tuntutan yang akan dibacakan kepada terdakwa.

"Tentu dalam kasus ini asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan telah dikesampingkan dan bahkan tidak menjadi perhatian semua pihak, kalau memperhatikan asas tersebut, tentu faktanya tidak seperti ini," ungkap dia.

Dia mempertanyakan keadaan JPU yang mengalami kesulitan atau belum siap dalam melakukan tuntutan kepada terdakwa. Dia menduga, kemungkinan tersebut mustahil terjadi.

Karena dia menganggap JPU memiliki standarisasi kecepatan dan SOP dalam bekerja. Sehingga alasan yang digunakan, menurut dia terkesan kurang tepat. "Meskipun penundaan adalah hal yang biasa, tapi alasan yang digunakan harus rasional," ucap Alung.

Baca juga, Polda Metro Jaya Minta Sidang Pembacaan Tuntutan Ahok Ditunda.

Yang terpenting, menurut Alung adalah berlandaskan hukum, tapi bukan karena pilkada. Dia menduga peristiwa ini akan diingat oleh calon-calon kepala daerah lain ke depannya. "Jika mengalami hal yang serupa, jangan sampai dalam benak mereka beranggapan ini ibarat 'yurisprudensi' dan wajib untuk dikabulkan," tutup Alung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement