REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai, isu kebinekaan dalam Pilkada DKI Jakarta telah dipolitisasi. Isu itu dijadikan komiditas politik dan diulang secara terus menerus untuk mendapat simpati dari masyarakat.
"Beradulah program, bukan lagi isu kebinekaan dipolitisasi. Bhinneka Tunggal Ika jangan jadikan komodias politik," kata dia dalam diskusi bertajuk 'Pilkada Bersih-Sehat Waspada Operasi Peci Kumis' di Menteng, Jakarta Pusat, Senin (10/4).
Siti mengatakan, kontestasi di DKI harus menyentuh substansi. Pasangan calon dan timnya diharapkan lebih menajamkan ke adu gagasan atau program ketimbang isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dan kebinekaan yang dipolitisasi. Menurut dia, persoalan utama di Ibu Kota adalah terkait keadilan dan kesenjangan sosial.
Kedua pasangan calon harusnya menawarkan gagasan dan ide yang lebih nyata untuk menghapus persoalan tersebut di DKI Jakarta. "Karena permasalahan serius di Jakarta adalah kesenjangan sosial, maka di putaran kedua ini tegaskan kembali visi misi untuk menyelesaikan itu," ujar dia.
Isu kebinekaan dan SARA, menurut Siti, sudah tak perlu ditonjolkan. Jika isu SARA terus diulang-ulang dan kebinekaan dijadikan komoditi untuk menarik simpati, masyarakat justru akan jengah. Masyarakat di DKI sudah sangat paham dan cerdas memaknai kebinekaan.
"Jadi jangan ditarik ke mana-mana untuk mengundang simpati masyarakat, ini menyesatkan," ujar Siti.