REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri melakukan penangkapan terhadap Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad al-Khaththath dan empat orang tersangka lainnya atas dugaan kasus makar. Polisi pun menyebut telah ditemukan dokumen revolusi yang rencanya akan menabrakkan truk ke pagar DPR untuk menduduki DPR.
Selain itu, polisi juga menyidik dugaan adanya sejumlah pertemuan yang membahas rencana anggaran Rp 3 miliar untuk menggulingkan pemerintah yang sah.
Namun, Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tengku Zulkarnain mengatakan, Polri tidak bisa melakukan penangkapan hanya karena adanya dugaan seperti itu. Menurut dia, penangkapan atas dugaan tersebut justru akan membuat rakyat Indonesia malu.
“Jangan gara-gara tindakan penegak hukum yang aneh ini , Indonesia rugi, kami rakyat Indonesia malu,” ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (4/4).
Ia menuturkan, makar berdasarkan undang-undang yaitu jika seseorang membuat suatu gerakan dan menebar kebencian di depan umum, serta melakukan tindakan untuk mengubah Pancasila dan UUD 1945.
“Kalau hanya mengepung DPR minta DPR sidang untuk menurunkan Presiden, itu bukan makar. Itu hak warga negara, masa itu makar. Kalau DPR-nya mau ya sidang, kalau gak mau kan DPR-nya nggak sidang,” ucapnya.
Menurut dia, tindakan Kapolri Jenderal Tito Karnavian tidak bisa dimengerti lagi dalam mengambil keputusan terkait kasus ini. Ia menduga Tito justru telah ditunggangi oleh politikus.
“Tindakan Kapolri Tito ini aneh gitu. Seolah-olah jadi alat penguasa atau alat Ahok gak ngerti kita. Kemarin juga, menangkap Rachmawati Soekarnoputri dkk dan dianggap makar, tapi nyatanya tidak terbukti, sedangkan orang sudah teraniaya berhari-hari ditahan,” katanya.
Baca juga, Dituding Makar, HNW: Ahok Seolah Kepal Negara.
Saat ini, kata dia, giliran al-Khaththath yang menjadi target atas tuduhan polisi tersebut. Meskipun mempunyai anggaran Rp 3 miliar, ia tak yakin al-Khaththath akan bisa melakukan makar itu. Karena itu,
“Wah nggak ngerti kita, ini nanti saya justru yang khawatir, mereka ini mengadu ke Mahkamah Internasional, ke Den Haag, Belanda. Yang akan malu bukan hanya Bang Tito sebagai kapolri tapi seluruh rakyat Indonesia malu. Orang jadi nggak percaya lagi sama hukum di Indonesia kalau begini caranya nanti,” katanya.