REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menurut Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), penangkapan Sekretaris Jenderal Forum Umat Islam (Sekjen FUI), dan empat kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) terkait dugaan makar menunjukkan pemerintah dalam keadaan panik. Lembaga negara tersebut juga mengatakan, kebebasan berpendapat dan berkumpul di rezim ini berada di posisi paling rendah pascareformasi.
“Rezim ini kan sedang panik, maka mereka menggunakan pasal ini (110 KUHP dan 107 KUHP) semaunya dengan tafsirnya mereka. Ini menunjukkan, kebebasan berekspresi, berpendapat, berkumpul berada di dalam titik nadir paling rendah dalam sejarah reformasi kita,” ujar Anggota Komnas HAM, Maneger Nasution melalui sambungan telepon, Ahad (2/4).
Sebelumnya, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono mengatakan, ada beberapa niatan yang dibicarakan dalam diskusi yang dilakukan kelima tersangka makar tersebut, Jumat (31/3). Salah satu niatan mereka adalah menduduki Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta Selatan. Terkait hal ini, Maneger mengatakan, hal tersebut bukan termasuk ke dalam definisi makar karena merupakan salah satu mekanisme dalam mengutarakan aspirasi.
“Anggota DPR sendiri juga tidak menganggap seperti itu kan. Kalau memang ada usulan, ada gagasan dari masyarakat sipil kan boleh disampaikan kepada lembaga legislatif. Ini bukan makar karena memang mekanisme dan prosedurnya seperti itu,” kata dia.
Selain diduga akan menduduki Gedung MPR/DPR, menurut kepolisian, ada niatan dari kelima tersangka itu untuk mengembalikan UUD 1945 asli. Menanggapi hal ini, Maneger berpendapat hal tersebut sah-sah saja, asalkan mengikuti aturan yang berlaku. “Kalau misalnya mengamandemen, menambah, mengurangi atau kembali ke undang-undang dasar memang melalui MPR/DPR. Asal melalui mekanisme legislatif (DPR) ya tidak apa – apa. Ini seratus persen konstitusional,” kata Maneger.
Komnas HAM menuntut agar mereka yang ditangkap karena tuduhan makar tersebut dibebaskan. Menurutnya, sangat tidak arif apabila penguasa mengekang pikiran dan gagasan masyarakat. "Kami menuntut agar mahasiswa dan pemimpin FUI ini dibebaskan saja. Saya kira akan lebih arif jika seperti itu. Pemerintah tidak boleh menghukum pikiran orang," ujarnya.
Menurut Maneger, pemerintahan sekarang tidak jauh berbeda dengan rezim dahulu karena terkesan takut kepada masyarakat sipil. Tidak hanya itu, ia mengatakan, pemerintah juga dinilai takut dengan dirinya sendiri. “Pemerintah takut dengan dirinya sendiri, panik, dan paranoid. Ibarat orang mancing, dari ikan yang paling besar sampai ikan paling kecil diambil. Bahkan ikan kecil-kecilnya yang diambil,” kata dia.
Meski demikia, dia mengimbau masyarakat untuk berhati-hati dalam menyampaikan pesan. Komnas HAM mengatakan meskipun ada kebebasan ekspresi, kontrol diri diperlukan agar tidak timbul perkataan yang bernada SARA dan kebencian. Selain itu, masyarakat diharapkan mengikuti aturan prosedural yang berlaku dalam menyampaikan aspirasi. “Karena rezim ini sedang panik, jadi mohon masyarakat juga berhati-hati dalam menyampaikan pikiran. Pilihlah kata yang sesuai, jangan menyinggung mengenai masalah diskriminasi ras dan etnis. Selain itu gunakanlah mekanisme yang berlaku dalam menyampaikan aspirasi dan pandangan,” ujarnya.