Sabtu 01 Apr 2017 01:19 WIB

KPK Beberkan Awal Mula Korupsi PT PAL dalam Penjualan Dua Kapal Perang

Rep: Umar Mukhtar / Red: Reiny Dwinanda
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kanan) dan Juru bicara KPK Febri Diansyah (tengah) memberikan keterangan pers terkait OTT pejabat PT PAL Indonesia di Kantor KPK, Jakarta, Jumat (31/3).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kanan) dan Juru bicara KPK Febri Diansyah (tengah) memberikan keterangan pers terkait OTT pejabat PT PAL Indonesia di Kantor KPK, Jakarta, Jumat (31/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basariah Panjaitan menjelaskan penjualan dua unit kapal perang SSV dari PT PAL Indonesia ke Filipina berawal pada 2014 lalu. PT PAL saat itu menjual dua kapal perang kepada instansi pertahanan pemerintah Filipina dengan nilai kontrak 86,96 juta dolar AS atau lebih dari Rp 1 triliun.

Basariah mengungkapkan perusahaan yang bertindak sebagai agen atau perantara dalam penjualan kapal ini adalah AS Incorporation. "Dari nilai kontrak, disepakati AS Inc. ini mendapatkan komisi penjualan 4,75 persen atau sekitar 4,1 juta dolar AS," jelasnya di kantor KPK, Jakarta, Jumat (31/3).

KPK menduga dari komisi penjualan tersebut ada alokasi untuk oknum pejabat PT PAL. Nilainya sebesar 1,25 persen dan disalurkan dengan tiga tahap pembayaran. Tahap pertama telah dilakukan pada Desember 2016 dengan jumlah sekitar 163 ribu dolar AS. Pembayaran kedua berlangsung di Jakarta dengan nilai 25 ribu dolar AS. "Saat itulah terjadi Operasi Tangkap Tangan," ungkap Basariah.

KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus korupsi penerimaan hadiah atau janji yang dilakukan oleh pejabat PT PAL Indonesia. Tiga tersangka berasal dari pejabat PT PAL Indonesia dan satu orang adalah pihak swasta. "Mereka adalah Direktur Utama PT PAL Indonesia Firmansyah Arifin, General Manager PT PAL Arif Cahyana, Direktur Keuangan PT PAL Saiful Anwar, dan Agus Nugroho selaku pihak swasta," ujar Basariah.

KPK telah mengamankan tiga orang pejabat PT PAL, sedangkan Saiful Anwar belum ditangkap karena tengah berada di luar negeri. "Kami minta agar SA kooperatif dan segera kembali ke Indonesia setelah mendengar informasi ini," kata Basariah.

Agus Nugroho sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Sementara itu, Firmansyah Arifin, Arif Cahyana, dan Saiful Anwar sebagai penerima disangkakan melanggar pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement