Jumat 31 Mar 2017 08:24 WIB

Abdullah Hehamahua: MoU KPK-Polri-Kejagung Tambah Runyam Pemberantasan Korupsi

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Angga Indrawan
Mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua (kiri).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua memberikan kritikan terhadap nota kesepahaman antara Polri, Kejaksaan Agung dan KPK dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Salah satu poin dalam nota kesepahaman itu, yakni terkait adanya izin terlebih dahulu sebelum memeriksa seorang anggota dari salah satu lembaga tersebut. Izin ini kepada pimpinan lembaga yang anggotanya diperiksa.

Menurut Abdullah, poin tersebut hanya akan menambah runyam proses pemberantasan korupsi. "(Pengajuan izin) itu sama juga dengan akal-akalan pemerintah yang ingin penyadapan KPK harus dengan izin pengadilan," tutur dia melalui pesan singkat, Kamis (30/3).

Ada kemungkinan, lanjut Abdullah, ketentuan dalam nota kesepahaman tersebut merupakan hasil adopsi terhadap ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menetapkan bahwa jika kepolisian dan kejaksaan hendak memeriksa seseorang, itu harus mendapat izin atasannya terlebih dahulu.

"Yang benar, KPK cukup memberitahu kepolisian atau kejaksaan kalau mereka mau periksa seorang polisi atau jaksa," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement