REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Parahyangan (Bandung), Asep Warlan Yusuf mengatakan, aksi 313 dinilai efektif jika mendapat respon serius dari pemerintah. Namun, jika pemerintah masih terkesan abai, artinya pemerintah telah menutup mata dan telinganya.
''Seharusnya pemerintah lebih serius menanggapi aspirasi rakyat,'' tegas Warlan saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (30/3).
Warlan menuturkan, cara penegakan hukum ada empat. Pertama, dialog atau musyawarah. Kedua, dengan fatwa atau pendapat pakar. Ketiga, dengan adanya tekanan publik. Dan terakhir, pengadilan.
“Berarti apa yang dilakukan besok itu (313) masuk pada cara ketiga. Yaitu tekanan publik,” tegas Warlan.
Dari pengamatan Warlan, apa yang dilakukan oleh sekelompok ormas Islam, seperti aksi 313 yang akan digelar besok adalah bentuk perlawanan hukum atas ketidakadilan pemerintah. Pasalnya, tuntutan yang diajukan sangat jelas, mengingatkan pemerintah untuk tegas atas cederanya hukum Indonesia.
“Kan tuntutannya jelas ya, ada yang dilindungi pemerintah. Padahal, sudah jelas statusnya terdakwa. Tapi, kaya alasan sekali hingga dia masih bebas,” ungkap Warlan.
Menurut Warlan, tujuan digelarnya aksi 313 ada dua, yakni untuk menekan pemerintah agar tegas dan serius dalam kasus yang menjadi tuntutan peserta aksi. Yang kedua, ada upaya untuk membangun komunikasi dan solidaritas umat Islam.
Warlan mengatakan, aksi 313 itu bermula dari kesadaran umat Islam akan kesalahan atau ketimpangan hukum yang terjadi. Tidak bisa dinilai sebagai suatu tindakan atau peristiwa yang bermuatan politik.
“Tapi yang namanya peristiwa besar seperti ini, pasti ada yang memanfaatkan momen. Mau negatif, atau positif. Dikhawatirkan ada oknum di luar umat yang ingin mengacak, didasari kepentingan politik yang berkepentingan,” jelas Warlan.
Ia berharap, tidak ada orang yang memanfaatkan aksi 313 besok. Karena, lanjut Warlan, pertaruhannya sangat besar, yakni citra dan keutuhan umat Islam.