REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tiga lembaga aparat penegak hukum ini melakukan nota kesepahaman bersama di Rupatama, Mabes Polri. Tiga lembaga ini yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Polri.
"Tentunya Polri mengapresiasi dan menyambut sangat positif sekali untuk kerja sama ini. Karena ini pasti akan bisa meningkatkan kemampuan negara dalam rangka menangani korupsi," kata Kapolri Jenderal Tito Karnavian usai melakukan nota kesepahaman di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (29/3).
Ketua KPK Agus Raharjo mengatakan, MoU ini merupakan kelanjutan dari MoU sebelumnya. Yakni sinergitas tiga lembaga aparat penegak hukum dalam menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan kasus korupsi. "Sebenarnya MoU ini pembaharuan dari MoU kita yang lama, tahun 2016 sudah habis sehingga harus diperbaharui hari ini dan akan berlaku sampai Maret 2019, jadi tiga tahun," kata Agus.
Yang baru dalam MoU ini, kata dia, yakni berkaitan dengan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan Elektronik (SPDP-e). Dengan begitu, ketiga lembaga penegak hukum ini dapat saling mengetahui serta berbagi informasi dan data dalam penanganannya.
"Jadi SPDP ini nanti online, supaya kita di pusat ini bukan hanya KPK tapi juga Polri dan Kejaksaan Agung itu mempunyai data dan informasi yang sama terkait dengan penanganan Tipikor di seluruh Indonesia," jelasnya.
Jaksa Agung HM Prasetyo menambahkan, kejahatan korupsi adalah kejahatan luar biasa. Yang mana kejahatan ini tidak serta merta kelihatan namun korbannya sangat luar biasa. "Kejahatan korupsi ini tidak sama dengan kejahatan yang lain, tidak dirasakan langsung akibatnya pada masyarakat, tapi korbannya luar biasa dan bisa membunuh peradaban dan membunuh bangsa ini," kata Praseyto.
Oleh karena itu, dengan adanya SPDP elektronik ini, maka bisa saling mengontrol dan mensupervisi satu sama lain apa-apa yang dibutuhkan oleh hukum. "Harapan bersama dengan ditandatanganinya kesepakatan ini, upaya pencegahan dan pemberatasan korupsi bisa dilakukan dengan hasil yang optimal," kata dia.