Rabu 22 Mar 2017 03:33 WIB

Catatan Merah Pilkada Serentak

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Esthi Maharani
Ilustrasi Kotak Suara
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ilustrasi Kotak Suara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengevaluasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak yang dilaksanakan pada 15 Februari lalu.

Direktur Fasilitasi Kepala Daerah, DPRD dan Hubungan Antarlembaga (FKDH) Kementerian Dalam Negeri, Akmal Malik menuturkan ada banyak masukan yang diberikan para pakar.

"Nantinya hasil evaluasi ini akan diberikan kepada pimpinan sebagai bahan revisi UU nomor 10 Tahun 2016. Masukan ini kita kompilasi,” kata Akmal dalam keterangan pers yang diterima, Selasa (21/3).

Menurut dia, Pilkada 2017 memang lebih baik dari Pilkada 2015. Hanya saja, ada beberapa catatan yang harus benar-benar diperhatikan. Sebut saja masalah hukum hingga integritas peserta dan kualitas para pemimpin daerah.

Presiden Institut Otonomi Daerah, yang juga mantan Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri, Djohermansyah Djohan mengatakan meski UU Pilkada sudah direvisi, namun dalam prakteknya sejumlah kasus dalam proses politik ini masih belum mengalami perubahan dan menjadi catatan merah.

"Misal saja dalam catatan saya, ada calon yang maju dia tersangka atau terdakwa. Belum lagi, kami mendengar meski tak melihat langsung, yakni mahar bila ada kandidat mau maju menggunakan ‘kendaraan’ partai politik," tambah dia.

Belum lagi, masalah politik dinasti yang sekarang berdasarkan catatannya, semakin berkembang. Termasuk pasangan calon tunggal yang naik dari sebelumnya 3 menjadi 9 pasangan calon. Hal ini, kata dia perlu diatur lebih tegas, kalau memang UU Pilkada akan disempurnakan.

"Memang sekarang waktunya singkat, karena Pilkada Serentak 2018 akan berlangsung pada Juni, makanya perlu program kilat dan permintaan dari pemerintah," ujar Djohermansyah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement