Ahad 19 Mar 2017 19:53 WIB

Bagi-Bagi Sembako dan Memperbaiki Atap Rumah Warga Masuk Ranah Politik Uang

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Budi Raharjo
 Spanduk yang berisikan seruan Stop Politik Uang terpasang di salah satu sudut Kota Jakarta Pusat, Ahad (15/1).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Spanduk yang berisikan seruan Stop Politik Uang terpasang di salah satu sudut Kota Jakarta Pusat, Ahad (15/1).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pakar politik LIPI Siti Zuhro menyatakan hal-hal yang dilakukan khususnya terkait dengan kampanye pilkada tidak ada yang murni tanpa muatan kepentingan politik untuk memenangkan pilkada. Apalagi, kata dia, kalau calon atau tim sukses membagi-bagikan sembako, dan mendadak sangat fokus dengan nasib orang tak punya dan bahkan spontan memperbaiki atap rumah warga miskin.

"Jelas-jelas ini bisa dimaknai sebagai barter politik semata-mata untuk mengambil hati warga miskin agar mendukung dan memilih atau memenangkan calon," kata Siti Zuhro, saat dihubungi, Ahad (19/3).

Oleh karena itu, kata dia, Bawaslu semestinya tangkas merespons kecenderungan 'barter politik' tersebut. Karena tindakan itu bisa dikategorikan tidak genuine dan merupakan kata lain dari money politics.

Ia menyatakan, money politics atau vote buying bisa dibuktikan dengan gambar atau foto si pemberi dan si penerima kalau sedang bertransaksi. Selama pelaksanaan pilkada di DKI Jakarta, pembagian sembako oleh timses pasangan calon rawan terjadi.

Baca juga: Khawatir Terlapor Kabur, Bawaslu Enggan Ungkap Keputusan Dugaan Politik Uang di Jakarta

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement