Ahad 19 Mar 2017 19:50 WIB

Polisi Tunggu Jawaban Facebook Soal Pelaku Pedofil

Rep: Mabruroh/ Red: Muhammad Hafil
pedofilia - ilustrasi
Foto: blogspot.com
pedofilia - ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA --  Polda Metro Jaya menyebutkan masih banyak pelaku-pelaku pedofilia online yang belum terungkap dan dalam pencarian. Pihaknya pun berkoordinasi dengan Facebook untuk membuka akun yang sudah tertutup itu.

Kanit I Subdit Cybercrime Polda Metro Jaya Kompol Joko Handono mengatakan jaringan pedofilia online terungkap pada akun official Loly Candys 18+. Pasca terungkapnya para pelaku pedofilia segera Facebook menutup akun tersebut.

Joko menyatakan pihaknya pun telah melayangkan permintaan untuk mendapatkan data para penghuni akun itu. Dengan begitu, pelaku-pelaku lainnya dapat segera diamankan menyusul lima tersangka sebelumnya.

 "Kami koordinasi terkait data, yang terpenting data," kata Joko saat dikonfirmasi Republika di Jakarta, Ahad (19/3).

Melalui data itu lanjut dia, aparat bisa mengejar para pelaku lainnya. Para pelaku yang menyebarluaskan adegan tidak senonoh yang dilakukan kepada anak-anak balita usia 2 hingga 10 tahun itu.

Hasil koordinasi lanjutnya, masih dalam proses. Karena belum ada jawaban dari pihak Facebook

"Perkembangannya masih dalam poses dari pihak FB dan FBI," terang Joko.

Saat ditanyakan selain koordinasi dimintakan juga pertanggungjawaban Facebook, menurutnya hanya sekadar permintaan data saja. Sedangkan untuk upaya pencegahan agar tidak terjadi kasus serupa, menurut dia pihak Facebook memiliki sistem pencegahan itu sendiri.

"Kalau pencegahan sudah ada system dari pihak Facebook," ungkapnya.

Untuk diketahui dalam kasus ini telah diamankan lima orang tersangka. Di antaranya Wawan alias Snorlax (27), Illu Inaya alias DS (24), DF alias TK (17) dan SHDW alias SHDT (16) sebagai admin dan pelaku sedangkan tersangka AAJ adalah salah satu member grup "official Loly Candys 18+"

Menurutnya hingga saat ini masih belum ada tersangka baru. Alasannya karena masih dalam pendalam penyidik mengingat identitas para pelaku di grup menggunakan fake ID atau memalsukan alamat IP.

"Kami masih melakukan pendalaman karena identitas di grup tersebut menggunakan fake iP," kata dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement