Selasa 26 Aug 2025 18:27 WIB

Pemerintah Panggil TikTok, Facebook, dan Instagram Bahas Konten Disinformasi, Fitnah, Kebencian

Pemerintah menilai ada konten yang merusak demokrasi di Indonesia.

Demonstrasi di depan gedung DPR RI yang kecewa dengan anggota dewan berrakhir ricuh, Senin (25/8/2025).
Foto: Mg162
Demonstrasi di depan gedung DPR RI yang kecewa dengan anggota dewan berrakhir ricuh, Senin (25/8/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Digital melayangkan undangan ke pengelola TikTok, Facebook, dan Instagram untuk membahas konten yang menurut pemerintah berisi disinformasi, fitnah, dan kebencian (DFK). Ini menyusul demonstrasi beberapa hari lalu, yang menurut pemerintah, ada peran dari sosial media yang membuat warga termasuk pelajar ikut turun ke jalan.

Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Angga Raka Prabowo meminta pengelola platform media sosial untuk ikut melindungi masyarakat dari informasi-informasi yang tidak benar yang menurut dia merusak sendi-sendi demokrasi.

Hal tersebut disampaikan Angga Raka Prabowo saat berdiskusi bersama Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi di Kantor PCO, Jakarta, Selasa, seperti dikutip dari Antara.

“Ini merusak sendi-sendi demokrasi. Misalnya, kita mau menyampaikan satu aspirasi, menyampaikan satu pendapat, tetapi tiba-tiba di sosial media dibumbui atau ditambahkan dengan informasi-informasi yang tidak sesuai, itu kan merusak semangat kita untuk menyampaikan aspirasi-aspirasi kita,” kata Angga.

Karena itu, ia mengimbau semua pihak untuk bersama-sama melakukan verifikasi terhadap seluruh informasi yang beredar, termasuk para pengelola platform media sosial agar menjaga ruang digital.

Jika ada konten mengandung DFK, kata Angga, platform harus menindak secara otomatis melalui sistem. “Kami sampaikan kepada para pemilik platform yang beroperasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk juga patuh terhadap hukum yang berlaku di Indonesia,” katanya.

Jika ada konten-konten yang isinya sudah jelas-jelas masuk dalam kategori DFK, dia meminta platform untuk secara by system, secara otomatis menegakkan hukum yang berlaku di Indonesia. 

Menurut Angga, pemerintah juga telah mengundang pengelola TikTok Asia Pasifik dan Meta, selaku pengelola Facebook dan Instagram untuk membahas persoalan DFK, kecuali pengelola platform X, karena tidak memiliki kantor di Tanah Air.

“Kita harus sampaikan ke publik bahwa platform X itu tidak punya kantor di Indonesia. Seharusnya mereka juga patuh terhadap hukum-hukum yang berlaku di Tanah Air,” katanya.

Angga pun mengajak seluruh masyarakat, termasuk media, untuk bersama-sama menjaga ruang digital dan melakukan verifikasi atas setiap informasi yang beredar.

“Kita tidak ingin diadu domba dengan hal-hal yang sebenarnya tidak terjadi,” katanya. Angga pun mengajak seluruh masyarakat, termasuk media untuk bersama-sama menjaga dan melakukan verifikasi terhadap informasi-informasi yang beredar.

Terkait DFK, Kepala PCO Hasan Nasbi mengapresiasi media-media arus utama yang sudah memiliki kanal cek fakta. Menurut Hasan, semakin banyak media yang memperkenalkan cek fakta, maka semakin mudah menghalau isu atau konten DFK di masyarakat.

PCO berharap media massa juga sama-sama ikut menjernihkan informasi yang beredar di masyarakat. "Karena kalau tidak, masyarakat kita lama-lama akan terjerumus pada istilah KJR (knee-jerk reaction)," kata Hasan. KJR adalah situasi ketika kecepatan informasi sering ditangkap pemengaruh atau influencer tanpa berpikir panjang

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement