Jumat 10 Mar 2017 17:46 WIB

Korban Penggusuran Keluhkan Hilangnya Hak Warga Negara ke Ketua MPR

Rep: Amri Amrullah/ Red: Andi Nur Aminah
Warga korban penggusuran (ilustrasi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Warga korban penggusuran (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perwakilan warga gusuran dari tiga tempat gusuran yakni Kampung Aquariun, Kalijodo dan Bukit Duri berkumpul di rumah Ketua RT 03, RW 11, Bukit Duri, Haji Maru. Puluhan warga korban gusuran di tiga tempat ini menyampaikan keluhan mereka kepada Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan yang memang sengaja diundang oleh warga.

Bersama Romo I Sandyawan Sumardi dan Jaya Suprana, Zulkifli mendengarkan masukan tiga warga gusuran dari perwakilan Kampung Aquarium, Kalijodo dan Bukit Duri. Ketua RT 03, RW 11 Bukit Duri Haji Maru, menyampaikan keluhan warga korban gusuran Bukit Duri yang dipaksa agar pindah ke rumah susun sewa yang jauh dari mata pencaharian dan sumber pekerjaan warga.

Padahal, kata dia, warga yang tergusur sebenarnya tidak mampu secara ekonomi untuk membayar rumah susun sewa Rawa Bebek. "Banyak warga yang tidak bisa membayar sewa akhirnya harus kembali mengontrak, padahal rumahnya telah digusur," kata Haji Maru dihadapan Ketua MPR RI, Jumat (10/3).

Bukan hanya kehilangan tempat tinggal, warga yang tergusur juga mengaku telah kehilangan haknya sebagai warga negara. Hak hidup tenang dan hak politik yang hilang. Leonard Eko Wahyu, Warga Kalijodo yang hingga kini harus mengungsi ke Ciledug, mengatakan ratusan warga Kalijodo yang tergusur telah dihilangkan hak politiknya oleh Pemerintah DKI.

Ia mengungkapkan setelah wilayah Kalijodo digusur, Lurah Penjagalan langsung menginstruksikan penghapusan struktur RT/RW setempat. Padahal masih banyak warga yang membutuhkan status tempat tinggal di sana, seperti ketika ia harus mengurus kelahiran anaknya. Begitupula ketika ia dan warga Kalijodo ketika akan menyalurkan hak pilih di Pilkada DKI Februari kemarin.

"Hak pilih warga pun banyak yang hilang. Ada 300-an yang tidak bisa mencoblos. Justru banyak warga keturunan yang dari Pluit yang berbekal surat keterangan malah bisa ikut mencoblos," kata dia.

Eko pun mengaku sebenarnya telah mengeluhkan ketidakadilan ini kepada Ombudsman bahkan kepada Dukcapil. Tapi lagi-lagi tidak ada solusi yang bisa direalisasikan kepada warga, sehingga upaya mereka mengadu soal ketidakadilan Pemprov DKI ini seakan sia-sia.

Hal yang sama dirasakan Dharma Diyani, Warga Kampung Aquarium yang menegaskan hak politiknya sebagai warga Jakarta sudah hilang. Sejak rumahnya digusur April tahun lalu, ibu muda ini juga tidak terdaftar di DPT (Daftar Pemilih Tetap), sehingga hak politiknya pada Pilgub DKI juga tidak bisa tersalurkan.

Menanggapi keluhan warga ini, Zulkifli menegaskan pendekatan pemprov DKI Jakarta kepada korban gusuran adalah salah besar. "Saya menyimpulkan yang dilakukan Pemda DKI itu salah. Saya berani bertanggung jawab atas omongan saya," kata Zulkifli.

Dia menegaskan gubernur atau presiden saat ini tdak bisa semena-mena terhadap rakyat. Karena daulat mereka sebagai pemimpin dipinjami oleh rakyat, jadi rakyatlah yang berdaulat. Maka pemimpin siapapun dia, setelah terpilih dan disumpah tidak bisa semena-mena, sok kuasa dan arogan.

Ketua MPR pun berjanji akan mengawal keluhan warga ini, termasuk beberapa kali ia telah menyampaikan hal ini kepada Presiden Joko Widodo secara langsung. "Bahkan kalau perlu di persidangan class action di PN Jakarta Utara nanti, saya akan hadir," ujar Zul 

Sebelumnya beberapa warga korban penggusuran telah melakukan pengajuan class action atas sikap semena-mena Pemprov DKI tersebut. Bahkan di pengadilan administrasi negara warga Bukit Duri memenangkan persidangan, ketika hakim mengabulkan permohonan warga Bukit Duri soal penggusuran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement