Selasa 07 Mar 2017 19:04 WIB

Penambang Pasir Ilegal Serayu Diberi Peringatan Kedua

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Fernan Rahadi
Penambangan pasir (ilustrasi).
Foto: Antara/Noveradika
Penambangan pasir (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BANYUMAS -- Belasan penambang pasir ilegal di Sungai Serayu wilayah Desa Rawalo Kecamatan Rawalo mendapat peringatan kedua dari Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWS SO). Peringatan kedua ini diberikan oleh PPNS Bambang Sumadyo kepada para 17 penambang di kantor Kecamatan Rawalo.

''Peringatan kedua kita berikan, karena peringatan pertama ternyata tidak diindahkan. Para perambang galian C di Rawalo masih saja menggali pasir di lokasi yang dapat membahayakan keberadaan jembatan,'' jelas Bambang, Selasa (7/3).

Dia berharap, setelah peringatan kedua ini tidak diikuti dengan peringatan ketiga. Hal ini karena peringatan ketiga yang diberikan, tidak lagi hanya berupa selembar surat peringatan. Melainkan juga dengan disertai langkah penertiban yang dilakukan aparat penegak Hukum.

Dalam penyerahan surat peringatan itu, juga hadir berbagai perwakilan dari instansi pemerintah. Antara lain dari pihak Kodim, Polres, Dinas Pekerjaan Umum Banyumas,  . Balai Pelaksana Teknik Jalan Wilayah Cilacap, dan Kantor Kecamatan Rawalo.

Anggota Dewan Sumber Daya Air Provinsi Jawa tengah Eddy Wahono, menyebutkan langkah peringatan yang diambil BBWS SO sesuai ketentuan yang tertuang dalam Keputusan Menteri PU No 458 tahun 1986 dan No 168 tahun 1987 tentang ketentuan pengamanan sungai dalam hubungan dengan penambangan.

''Dalam ketentuan itu disebutkan, jarak aman penambangan dari hulu bangunan sungai adalah sepanjang 500 meter, dan jarak ke hilir sejauh 1000 meter. Namun kenyataannya, penambang banyak menggali pasir di bawah jarak tersebut,'' jelasnya.

Menurutnya, penambangan yang dilakukan terlau dekat dengan jembatan Rawalo, sangat membahayakan kondisi jembatan. Terutama karena dapat menggogos  groundsil penģaman tiang jembatan. ''Padahal jembatan itu merupakan jembatan yang vital, karena merupakan jembatan di jalur utama lintas selatan,'' katanya.

Bila groundsil runtuh, kata Eddy, jembatan yang dikenal sebagai jembatan Soeharto dipastikan akan ambruk. ''Bila hal ini sampai terjadi, maka aktivitas ekonomi tentu akan sangat terganggu,'' katanya.

Pada tahun 2011, kondisi groundsil jembatan sempat mengalami kerusakan. Kondisi ini terulang lagi pada tahun 2013 dan 2015. ''Anggaran yang dikeluarkan untuk pemerintah pada perbaikan terakhir bahkan sangat besar. Sampai Rp 24 miliar,'' katanya.

Dia menyebutkan, bila penambang masih tetap melakukan aktivitasnya, maka pada peringatan ketiga akan diikuti dengan langkah hukum. ''Sesuai UU No 4/2009, mereka bisa dijatuhi hukuman maksimal hukuman 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar,'' katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement