REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah benar-benar melindungi kepentingan konsumen di dalam negeri dari serbuan barang impor yang tidak jelas mutu dan kualitasnya. Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengungkapkan, semua barang impor, harus memenuhi semua ketentuan yang diwajibkan pemerintah dan mengikuti aturan. Misal, jika produk kosmetik impor, merujuk pada ketentuan Badan POM.
Sementara, disinggung kian maraknya produk kosmetik yang tidak sesuai standar, menurut Tulus, bisa saja dikategorikan produk ilegal. Untuk itu, dari sisi penegakan hukumnya, dalam hal ini tahapan pengecekan pelabuhan kedatangan barang, maka harus dipertanyakan.
"Kalau ada barang impor yang tidak memenuhi standar kualitas, artinya itu tentu saja barang ilegal, diselundupkan oleh importir. Jika ada kasus seperti itu, harus ada penegakan hukum," ucap Tulus dalam keterangannya.
Meski saat ini tidak ada larangan impor karena terikat dengan pasar bebas dan kerja sama perdagangan ASEAN, kata Tulus, tetap saja produk atau barang itu harus sesuai dengan standar regulasi yang ada di Indonesia. "Misal kosmetik, itu kan harus penuhi standar standar tertentu untuk importir sebelum memasukan produk. Jadi, kalau ada kosmetik ilegal tentu harus diproses secara hukum, kenapa produk yang tidak sesuai standar bisa lolos, itu tanggung jawab bea cukai," kata dia.
Ia menegaskan, setiap produk yang masuk ke pelabuhan harus dicek betul. Jika produk obat atau kosmetik, maka harus ada kejelasan dan ikut standar dan juga memiliki kejelasan dari sisi kandungan dan efek samping, manfaat, kedaluwarsa, termasuk dengaan penggunaan bahasa Indonesia.
Untuk itu, ke depan, menurut Tulus, penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk semua produk termasuk produk impor, sudah harus diterapkan. Pasalnya, sekarang ini, juga sifatnya masih sukarela.
"Tentu idealnya semua wajib SNI, cuma sekarang belum dengan alasan mempertimbangkan kepentingan nasional sudah siap atau belum," ujar dia.
Di sisi lain, Tulus juga mengingatkan, agar setiap aturan yang tidak memiliki perlindungan terhadap konsumen, maka harus dibatalkan atau dicabut. Misal, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 87/2015 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70/2015 tentang Angka Pengenal Importir. Beleid ini, seperti diakui asosiasi kosmetik, telah memicu banjir aneka barang impor, termasuk produk kosmetika.
Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi Kosmetika Indonesia menilai, kebijakan mengecualikan wajib verifikasi bagi sektor kosmetika tidak tepat. Penghilangan verifikasi impor tidak sejalan dengan semangat untuk menggerakkan industri dalam negeri. Apalagi, kondisi ekonomi global masih dilanda kelesuan.
Membanjirnya produk impor ilegal juga bisa mengancam kondisi fiskal karena barang-barang dari jalur tidak resmi, tidak membayar pungutan bea masuk. "Semasa Pak Thomas Lembong masih di Kementerian Perdagangan memang banyak kebijakan ngawur, kurang pas. Oleh karena itu, peraturan yang bertentangan dengan kepentingan konsumen tentu saja harus dicabut. Setiap aturan yang bertentangan dengan uu perlindungan konsumen maka batal demi hukum," tegas Tulus.