Senin 20 Feb 2017 04:23 WIB

Sekali Mayor, Tetap Mayor!

Panglima Besar Jenderal Sudirman ditandu selama perang gerilya.
Foto:
Pasukan bambu runcing.

Kembali ke figur Mayor Lukman dalam film Naga Bonar dengan tokoh utama Dedy Mizwar. Ternyata, Lukman adalah penentu segalanya. Dia menjadikan Naga Bonar (diperankan Dedy Mizwar), si tukang copet, menjadi jenderal.

‘’Kalau aku… mayor sajalah cukup. Tapi beras masuk dalam urusanku,’’ ujar Lukman dengan senyum terkembang.

DI antara para perwira itu, pangkat Lukman paling rendah. Tapi dialah yang paling diuntungkan sebagai pemegang lisensi berdagang beras untuk kesatuan tentara maupun untuk penduduk. Dia cukup menjadi ‘Mayor Beras’ atau mayor urusan logistik.

Naga Bonar memang hanya jenderal boneka. Boneka si Mayor Beras. Naga selalu kalah berdebat dengan Lukman. Dia selalu bilang, ‘’Bagaimana kudebat dia? Dia anak HBS (Hogere Burger School), awak sekolah bambu pun tak tamat.’’

Tapi dalam cerita itu, Asrul Sani menunjukkan ‘kejenderalan’ si Naga Bonar. Tentu saja dengan aksi-aksi yang komedis. Mayor Lukman mengkritik Jenderal Naga yang telah menggagalkan perundingan.

Naga menunjuk Parit Buntar sebagai markas kesatuannya, padahal tempat itu dapur tentara Belanda. Sang Jenderal berkata dengan keras, ‘’Aku tidak main-main, Lukman. Belanda itu mengira mereka pintar dan kita bodoh. Tapi Naga Bonar tidak bodoh. Kalau kukatakan di mana pasukan kita, dia akan tanya di mana kita taruh mortir, di mana 12,7.’’

Di akhir cerita, terungkaplan siapa sebenanrnya Lukman. Naga pun harus memberikan hukuman.

‘’Mayor Lukman, aku sudah larang mencuri. Siapa yang mencuri, baik ayam atau kambing atau apa saja, akan dihukum. Kau sudah mencuri barang rakyat, milik si Jamilah, anak Pak Jamal. Karena itu, kau harus dihukum. Kau harus turun pangkat, dari mayor jadi sersan mayor.’’

‘’Malulah aku, Bang.’’

‘’Yah, kau kan harus dihukum, Lukman. Kalau kau tak dihukum, apa kata orang nanti?’’

‘’Saya terima. Turun pangkat, boleh. Tapi dari mayor turun ke kapten, bukan ke sersan mayor. Sampai hatilah Abang.’’

‘’Hei, aku sudah pikir. Aku mau kau tetap mayor. Kupikir kau kapten mayor, tak bisa. Nanti kau bilang, tak ada pangkat macam begitu. Hei, malu aku! Jadi kubikin kau sersan mayor. Biar turun pangkat, tapi kau tetap mayor. Begitu, kan?’’

‘’Iya, Bang. Sekali mayor, tetap mayor!’’

Ya, bagi Naga Bonar, heroisme itu bukan soal pangkat, seragam, dan perang. Semua itu sudah berlalu. Naga Bonar bahkan tak melanjutkan karier militer selepas perang. Sempat ia berpikir menjadi polisi, tapi ia menimbang lagi keputusan itu.

“Masa pencopet menjadi polisi,” ujar Naga. Ia pun memilih berdagang dan tidak lagi mencopet.

Saya tidak tahu apa yang akan dilakukan bekas Mayor Yoyok setelah sekarang tidak menjadi bupati lagi. Namun sepertinya ada cahaya di ujung lorong bagi bekas Mayor Yoyok dan Mayor Agus yang telah mengakui kekalahannya dalam kompetisi pilkada DKI Jakarta periode 2017-2022.

Wallahualam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement