REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Profesor BJ Habibie menyatakan, negara membutuhkan neraca jam kerja. Menurutnya, sepintar apa pun seseorang bila tidak bekerja, maka tidak akan ada kesempatan untuk menerapkan atau mengembangkan inovasinya.
"Walau dia guru besar di Harvard, belum tentu lulusan itu bisa membuat komputer, karena kita membutuhkan neraca jam kerja," ujar Presiden Republik Indonesia (RI) ketiga ini, saat menjadi pembicara dalam 'Presidential Lecture' di Gedung Bank Indonesia (BI), Jakarta, Senin, (13/2).
Menurutnya, neraca jam kerja menunjukkan produktivitas seseorang. Ia menambahkan, budaya dan pendidikan adalah kunci menjalani kehidupan. Keduanya harus bersinergi positif. "Tapi tidak cukup kalau hanya keduanya sudah hebat. Jadi profesor pun tidak berarti anda bisa buat kapal, mempunyai pertanian unggul, atau mempunyai daya saing tinggi. Itu hanya bisa ditempa kalau manusia bersangkutan tidak nganggur, tidak di-PHK," kata Habibie.
Ia mengatakan, Indonesia harus banyak membuka lapangan pekerjaan. Dengan begitu produktivitas semakin meningkat, dan dapat memperjuangkan produk di dalam negeri. "Kalau tidak membuka lapangan kerja dalam negeri, gimana mau bersaing sama yang lain? Kita impor seenaknya saja," ujarnya.
Habibie bercerita, sehari setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump dilantik, banyak wartawan yang bertanya padanya mengenai dampaknya bagi Indonesia. Hanya saja ia menjawab hal itu tidak akan merugikan Tanah Air. "Bisa dipertahankan dengan mencintai produk dalam negeri," ujarnya.