Rabu 01 Feb 2017 17:24 WIB

Kasus Hakim Korupsi dari Kalangan Parpol Menjadi Catatan

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Andi Nur Aminah
Hakim Mahkamah Konstirusi Patrialis Akbar berjalan menuju mobil tahanan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (27/1) dini hari.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Hakim Mahkamah Konstirusi Patrialis Akbar berjalan menuju mobil tahanan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (27/1) dini hari.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Harjono turut memberikan pandangannya terkait hakim MK yang terjerat kasus hukum dan berasal dari kalangan partai politik. Hakim MK Patrialis Akbar yang baru saja ditangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemarin merupakan hakim kedua di MK setelah Akil Mochtar yang terjerat kasus hukum dan juga berasal dari partai politik.

Harjono menyampaikan, permintaan agar hakim MK tidak lagi berasal dari partai politik pernah disampaikan. Namun, MK mengkaji dan menilai hal tersebut hanya merupakan stigma masyarakat saja.

"Itu dulu /kan saat pak SBY membuat putusan kualifikasi, itu kan tidak dari kalangan parpol, itu karena Pak Akil dulu dari parpol. Tapi pernah direview MK itu stigma saja. Masak karena orang parpol jelek? Dan itu ada masalah diskriminasinya. Oleh karena itu, dinyatakan batal," kata Harjono di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (1/2).

Namun, setelah adanya kasus serupa yang menjerat Patrialis Akbar, hal ini dinilai menjadi salah satu catatan tersendiri. Sebab ia menilai kasus yang terjadi terhadap Akil Mochtar tak dijadikan sebagai pengalaman. "Sekarang pengalaman kedua pak Patrialis. Ini memang menjadi satu catatan, apa yang diduga dulu kok terjadi juga," ujarnya.

Lebih lanjut, Harjono menilai dalam kasus ini Patrialis memiliki beban yang lebih berat. Sebab, Patrialis merupakan figur yang juga turut mengubah UUD dan juga membangun MK bersama Hamdan Zoelva. Karena itu, kata dia, seharusnya Patrialis dapat berkomitmen menjaga MK.

"Pak Patrialis kan adalah juga pengubah UUD yang memasukkan adanya MK, seperti saya dan pak Hamdan juga. Oleh karena itu, dia harusnya responsibel untuk menjaga itu," ucap Harjono.

(Baca Juga: Sejumlah Mantan Hakim MK Berkumpul Bahas Kasus Patrialis Akbar)

Selain itu, latar belakang Patrialis yang berasal dari kalangan partai politik dan sempat menduduki kursi DPR juga menjadi beban tersendiri. Sebab, latar belakang dari kalangan partai politik selama ini selalu dicurigai.

"Pak Patrialis adalah orang DPR dan dari parpol, sementara itu dulu selalu dicurigai. Ini kemudian ketiga, dia dipercaya Presiden, oleh karena itu bebannya dia harus bertanggung jawab kepada Presiden," ujar dia.

Proses rekruitmen Patrialis selama ini pun turut menjadi beban bagi dirinya. Sebab, Patrialis merupakan hakim MK yang ditunjuk secara langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2013 dan dinilai tanpa melalui sistem seleksi yang terbuka. "Jadi ini ada beban-beban yang harusnya dipertimbangkan. Saya tidak salahkan siapa saja. In reality itu ada di Pak Patrialis semua," kata Harjono.

Patrialis Akbar yang ditangkap oleh KPK karena diduga telah menerima suap senilai 20 ribu dollar AS dan 200 ribu dollar Singapura, merupakan hakim MK yang ditunjuk secara langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2013. Sistem pemilihan Patrialis ini dinilai masyarakat tidak transparan. Selain itu, masyarakat juga tidak dapat memberikan masukan terkait penunjukan tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement