Jumat 27 Jan 2017 08:57 WIB

Slogan Trisakti, Swasembada Pangan: Dunia Menuju Deglobalisasi?

Kue pelantikan Donald Trump.
Foto:
Kue pelantikan Donald Trump.

Dalam sistem global yang secara ekonomis meniadakan batas batas negara dengan perbedaan-perbedaan yang melekat, tidak penting barang itu berasal dari produksi dalam negeri atau impor, yang penting murah dan konsumen happy atau diuntungkan. 

Aturan dan perjanjian perjanjian yang di hasilkan dalam rangka implementasi globalisasi yang awalnya dipelopori Amerika dan Inggris itu kini dirasakan merugikan atau memukul ekonomi nasionalnya dan lebih menguntungkan Cina. Kini Inggris dan Amerika cenderung ingin kembali ke ekonomi berdasarkan asas nasional dg (meninggalkan mazhab globalisasi) karena lebih cocok dan sesuai dg kebutuhan dan tantangan ekonomi yang dihadapi negerinya.

Tantangan-tantangan itu terutama adalah bagaimana negerinya mampu menjadi produsen demi pertumbuhan ekonomi yg mampu membuka lapangan kerja. Buruh atau lapangan kerja dalam negeri harus di lindungi dari serbuan imigran dan buruh asing. Di lain pihak, buruh yang dilindungi itu tidak diizinkan meminta kenaikan upah minimum agar bukan saja tidak memberatkan produsen tetapi juga tidak merangsang masuknya buruh murah.

Produsen di dalam negeri tidak boleh terhalang oleh perjanjian-perjanjian  dalam rangka globalisasi baik trade, investment, perdagangan, lingkungan, dan lain-lain. Dengan demikian serbuan barang impor yg menghantam industri lokal harus di batasi melalui bea masuk yang mampu memberi perlindungan terhadap kelangsungan industri dalam negeri. Inggris dan Amerika akan mencegah negerinya dijadikan  pasar konsumen barang impor dg dalih lebih murah.

Investasi didalam negeri baik dari investor lokal maupun asing akan diutamakan. Prinsipnya adalah kepentingan nasional akan didahulukan. Semua perjanjian atau ikatan internasional yang merugikan ekonomi nasionalnya atau melemahkan kemandiriannya, akan dihapuskan.

Tampaknya Inggris dan Amerika percaya bahwa sistem ekonomi nasional suatu negara tidak bisa dipisahkan dengan sistem politik nasionalnya. Sekurang-kurangnya sepanjang kesatuan atau sistem politik negara negara itu masih berbeda-beda, tidaklah mudah untuk menyatukan sistem ekonominya secara adil dan stabil.

Perbedaan itu memang sunatullah dan nyata. Barangkali karena itulah maka Inggris dan Amerika kini kembali mengusung nasionalismenya masing-masing dengan membawa semangat kemandirian.

Sementara Indonesia kini hanya menjadikan prinsip Trisakti Bung Karno atau swasembada sandang pangan Pak Harto slogan kampanye.

Wallahu a'lam bissawab.

DR Fuad Bawazier, Menteri Keuangan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement