REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Populi Center, Usep S Ahyar, mengatakan, para loyal voters Pilkada DKI Jakarta tidak akan banyak terpengaruh performa tiga pasangan calon gubernur (cagub) dan cawagub pascadebat putaran pertama. Perubahan loyal voters diperkirakan masih berada di kisaran 10 persen.
Berdasarkan survei Populi Center pada pertengahan Desember 2016, persentase loyal voters ketiga kandidat berada di atas 50 persen. Pasangan calon (paslon) Agus Yudhoyono-Sylviana Murni tercatat memiliki loyal voters sebanyak 63,9 persen. Paslon pejawat Ahok-Djarot Syaiful Hidayat mendapat dukungan 77,6 persen suara loyal voters dan paslon Anies Baswedan-Sandiaga Uno memiliki loyal voters sebesar 72,7 persen.
"Loyal voters yang terpengaruh pascadebat diperkirakan hanya 10 persen saja. Artinya, ada sekitar 10 persen dari para pemilih loyal itu yang berpindah halauan dari satu paslon ke paslon lainnya," ujar Usep usai Diskusi bertajuk 'Dinamika Pilgub Pasca Debat Kandidat' di Gedung LIPI, Kamis (19/1).
Minimnya pergerakan loyal voters, kata dia, disebabkan belum maksimalnya performa ketiga paslon dalam debat putaran pertama. Isu-isu yang dikupas dalam debat belum spesifik menyasar permasalahan substansial di Jakarta. "Program dan solusi yang ditawarkan pun belum sepenuhnya realistis dan aplikatif untuk diterapkan di Jakarta," ujar Usep.
Populi Center pun mencatat beberapa evaluasi paparan tiga paslon saat debat putaran pertama. Usep mengungkapkan, paslon Agus Yudhoyono-Sylviana Murni belum memiliki program yang spesifik.
Paslon Ahok-Djarot dinilai masih harus memaparkan berbagai kebijakan mereka yang sebelumnya menimbulkan kontroversi. Kebijakan yang dimaksud salah satunya terkait penggusuran.
Sementara itu, palson Anies-Sandiaga masih memiliki tantangan apakah program yang mereka tawarkan dapat diterapkan di Jakarta. Sementara itu, peneliti politik dari LIPI, Syamsudin Haris, menilai Agus Yudhoyono-Sylviana Murni dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno gagal memanfaatkan momentum debat periode pertama. Performa dan pemaparan program kedua dua paslon tersebut dinilai kurang meyakinkan.
Sebagai paslon penantang pejawat, kata Haris, kedua pihak seharusnya mampu menampilkan paparan konkret dan aplikatif. Namun, yang terjadi justru program keduanya masih mengambang.
"Performa paslon pejawat sebetulnya tidak terlalu unggul, hanya memang sudah memiliki hasil program. Sementara itu kedua paslon lain masih terkesan membuat counter atas kebijakan paslon pejawat. Bukan melakukan terobosan," katanya.