Jumat 06 Jan 2017 08:02 WIB

Pengamat: Pemblokiran Cara Terakhir Menahan Ujaran Kebencian

Rep: Lintar Satria/ Red: Bayu Hermawan
Protes netizen atas pemblokiran situs media Islam.
Foto: facebook
Protes netizen atas pemblokiran situs media Islam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat media sosial, Nukman Luthfie, menilai, seharusnya pemblokiran situs media menjadi cara terakhir untuk menahan laju ujaran kebencian. Dia mengatakan, sebelumnya masyarakat harus diberikan edukasi terlebih dahulu.

Nukman menjelaskan, dalam revisi Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE) pasal 4, pemerintah memang sudah diwajibkan untuk melakukan penindakan penyebaran ujaran kebencian. Naik tingkatnya yang sebelumnya hanya dianjurkan.

"Pemblokiran itu cara paling akhir. Kenapa karena masyarakat harusnya diedukasi," katanya, Kamis (5/12).

Dia mengatakan, pemerintah seharusnya melakukan literasi media, media sosial, dan digital. Karena pemblokiran, menurut Nukman, hanya menghabiskan tenaga. Setiap kali diblokir pengelola situs dapat membuat situs baru dengan domain yang berbeda.

"Karena kalau blokir nanti muncul lagi pakai domain baru, blokir muncul lagi dan seterusnya artinya blokir cara terakhir," ujarnya.

Karena itu, kata dia, literasi digital menjadi penting. Sering kali orang bisa membagi tautan yang sebelumnya tidak diklik terlebih dahulu. Hanya disebabkan memenuhi azas kebencian pihak-pihak tertentu.

Nukman menjelaskan, ada situs yang dibangun karena uang. Pengelola situs membuat konten agar traffic (peringkat klik) tinggi. Sehingga ia mendapatkan banyak iklan. Untuk kasus seperti ini memblokir kadang efektif.

"Itu kalau diblokir memang nangis-nangis susah dibuka blokirnya karena pendapatannya akan turun," ujarnya.

Namun, ada situs yang memang ditunjukkan untuk menyebarkan ideologi tertentu. Dan pemblokiran untuk situs-situs seperti ini tidak berpengaruh. Karena mereka akan dengan mudah membuat situs baru.

"Kalau diblokir dia cuek ya tinggal bikin lagi. Karena enggak terlalu peduli sama uang, enggak terlalu peduli sama pendapatan online. Makanya blokir itu sah-sah aja karena ada undang-undangnya, tapi tidak menyelesaikan masalah," katanya.

Karena itu, kata dia, bila memang situs tersebut melanggar hukum maka harus kejar pengelolaannya. Jika tidak bisa dilakukan dialog. Jika memang ada yang harus diubah atau diperbaiki minta pengelola situs untuk merubah atau memperbaiki konten.

"Apa ada situs yang seratus persen isinya ujaran kebencian? Kan enggak ada, belum pernah dengar lah," kata Nukman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement