Rabu 28 Dec 2016 07:23 WIB

Tsunami Politik dan Hukum: Kisah Nasib Ahok di Pilkada Jakarta

Massa yang berasal dari berbagai ormas menggelar orasi di depan Pengadilan Negeri Jakarta Utara, menuntut Ahok langsung ditahan.
Foto:
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama, Basuki Tjahja Purnama atau Ahok menjalani sidang lanjutan yang menjeratnya di ruang sidang Koesumah Atmadja, Eks Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (20/12).

Pertanyaannya seberapa besar kemungkinan Ahok bisa dibebaskan oleh hakim untuk tuduhan kasus penistaan agama itu?

Tentu segala hal selalu mungkin terjadi. Namun kemungkinan itu sangatlah kecil jika dilihat dari dua perspektif: yurisprudensi hukum dan kondisi politik praktis.

Membebaskan Ahok probabilitasnya super-super kecil, walau kemungkinan itu tak boleh dinihilkan dalam analisa akademik.

Dari kacamata yurisprudensi hukum murni, umumnya kasus penistaan agama yang menyita perhatian publik luas selalu berujung pada penjara bagi terdakwa. Landasan hukum, yurisprudensi selalu menjadi acuan hakim.

Sebut saja beberapa contoh: Kasus penistaan agama yang pernah terjadi. Ada kasus 'Monitor' Arswendo Atmowiloto (1999), 'Salamullah' Lia Aminudin (2006), 'Langit Makin Mendung' Ki Panji Kusmin/HB Jassin (1968), dan 'Kasus Canang' oleh Rusgiani yang dianggap menista agama Hindu (2013). Semua berujung di penjara.

Dibanding semua itu, kasus Ahok ini jauh lebih heboh menyita perhatian publik. Demo terbesar yang pernah ada dalam sejarah Indonesia adalah gerakan 212 (2 des 2012). Itu gerakan yang melibatkan lebih sejuta massa.  Di selang seling orasi dan khotbah, dalam gerakan 212 selalu  muncul yel: tangkap Ahok, penjarakan Ahok!

Maka,  Jika Ahok dibebaskan, bisa dibayangkan reaksi lebih besar akan lahir dan akan dibuat gerakan "tsunami politik" berkali-kali oleh aneka segmen.  Bahkan cendikia Muslim yang tergolong terpelajar, pernah menjadi ketum Muhammadiyah, dan ketum MUI, Dien Syamsuddin sudah membuat pernyataan: "Saya sendiri yang akan memimpin perlawanan jika Ahok dibebaskan."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement