Rabu 21 Dec 2016 17:20 WIB

Pemerintah Diminta Waspadai Munculnya Kelompok Radikal Baru

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Angga Indrawan
Anggota Brimob Polda Metro Jaya menjaga tempat kejadian perkara (TKP) penggerebekan dan penembakan terduga teroris di Setu, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (21/12).
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Anggota Brimob Polda Metro Jaya menjaga tempat kejadian perkara (TKP) penggerebekan dan penembakan terduga teroris di Setu, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (21/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Terorisme dari Institute For Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai munculnya gerakan-gerakan radikal baru di Tanah Air. Fahmi berargumen, konsolidasi ummat yang sukses tercipta pasca aksi Bela Islam beberapa waktu telah meningkatkan kesadaran religius di tengah-tengah masyarakat Muslim. Tentu saja, kata dia, hal ini bermakna positif.

Namun begitu, Fahmi mengindikasi bahwa di balik konsolidasi yang sukses tersebut juga muncul kelompok-kelompok garis keras baru yang berpeluang menjadi kelompok radikal. "Bermunculan firqah-firqah yang katakan lah belum jelas 'nasab' alirannya sehingga berpotensi mengajak ummat memilih jalan perjuangan yang ekstrem," kata Fahmi, saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (21/12).

Tak hanya itu, Fahmi melanjutkan, konsolidasi ummat yang sukses melalui aksi massa 4/11 dan 2/12 beberapa waktu lalu juga telah memunculkan gairah jihad di kalangan yang ia sebut sebagai 'Muslim baru.' Kalangan ini lah, yang menurut Fahmi, berpotensi salah jalur dan justru terekrut oleh kelompok-kelompok yang terafiliasi dengan jaringan teroris.

Oleh karenanya, ia mengingatkan para ulama untuk menjaga barisan umat agar tetap solid sehingga tak dimanfaatkan oleh kelompok teroris. Selain itu, Fahmi juga mengingatkan pemerintah agar tak menyemai bibit-bibit ancaman kejahatan berlandaskan kebencian, seperti diskriminasi, kesenjangan sosial dan pemarjinalan.

"Terorisme itu seringkali diakibatkan oleh tidak dikelolanya pendapat atau sikap yang berbeda. Sehingga teror dipandang sebagai penyampai pesan yang efektif sekaligus sarana balas dendam atas perbuatan yang mereka persepsikan zalim," ujar Fahmi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement