Senin 05 Dec 2016 17:10 WIB

Sanusi Minta Pengusaha Bayarkan Aset Miliknya

Terdakwa kasus dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang terkait pembahasan raperda reklamasi Teluk Jakarta, mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohammad Sanusi (kiri) mengikuti sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pid
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Terdakwa kasus dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang terkait pembahasan raperda reklamasi Teluk Jakarta, mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohammad Sanusi (kiri) mengikuti sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pid

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi mengakui bahwa ia meminta rekannya Direktur Utama PT Wirabayu Pratama Danu Wira dan Hendrikus Kangean membayari apartemen dan mobilnya.

"Saya sedang dinas di luar, lalu 'by phone', 'kus (Hendrikus) tolong bayari dulu dong, lalu kapan hari dia datang ke saya untuk saya ganti uangnya. Kalau dia datang ke saya, saya kasih uangnya, buktinya Pak Hendrikus di persidangan, dia suka bantu saya karena saya juga suka dagang sama dia," kata Sanusi dalam sidang pemeriksaan terdakwa di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (5/12).

Sanusi didakwa menerima suap Rp2 miliar dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP) dan melakukan pencucian uang sebesar Rp 45,28 miliar.

Antara lain diterima dari Direktur Utama PT Wirabayu Pratama Danu Wira yang merupakan rekanan pelaksana proyek pekerjaan di Dinas Tata Air pemprov DKI Jakarta periode 2012-2015 sejumlah Rp 21,18 miliar yaitu dari Direktur Utama PT Wirabayu Pratama Danu Wira (Rp 21,18 miliar), Direktur Utama PT Imemba Contrakctors Boy Ishak (Rp2 miliar) dan dari pihak-pihak lain sejumlah Rp 22,1 miliar.

"Saya selalu bawa uang 'cash', paling tidak Rp 300 juta, setiap hari saya selalu bawa uang. kalau saya ke pedagang lalu mereka bayar pakai uang tunai tidak pakai cek," tambah Sanusi.

Sanusi mengaku sejak 2004 ia jarang mengunakan ATM maupun menggunakan transfer bank. "Saya jarang ke ATM, dan tidak punya 'phone banking', kalau transfer saya bisa lakukan 2-3 hari kalau ada apa-apa saya langsung bayar tunai," ungkap Sanusi.

Danu Wira, menurut Sanusi pun ikut membayari sejumlah aset miliknya baik bangunan maupun kendaraan. Danu Wira membayari aset tersebut karena untuk melunasi utang Rp 3 miliar untuk usaha tambang bersama dengan Sanusi yang gagal maupun sebagai pinjaman tanpa bunga yang diminta oleh Sanusi.

"Danu Wira pernah membayarkan karena terkait pelunasan modal tambang, tapi ada ada juga yang karena saya minta tolong agar ia bayarkan dulu, misalnya untuk cicilan apartemen SOHO," ungkap Sanusi.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa satu unit apartemen SOHO di Jalan MT Haryono kavling 2-3 Tebet, blok North Wing lantai 16 No 8 seluas 119,65 meter peersegi seharga Rp 3,21 miliar dibayar Danu Wira sebesar Rp 1,28 miliar sedangkan angsuran lain yaitu sebesar Rp 1,8 miliar dimintakan Sanusi kepada Hendrikus Kangean dan pihak-pihak lain

"Ada pembayaran waktu dia pertama kali bayar utang untuk apartemen SOHO menggunakan nama dia, kemudian saya minta ke orang private banking bernama Vidia 'Vid ini ada orang saya mau bayar apartemen datang' tapi akhirnya sering dibayarkan pakai nama Pak Danu, padahal itu uang yang saya berikan ke staf saya yaitu Gina, Agus atau Zul," tambah Sanusi.

"Kenapa tidak menggunakan terdakwa? Kan tidak ada masalah menggunakan nama terdakwa?" tanya jaksa penuntut umum Ronald F Worotikan.

"Saya tidak pikir macam-macam toh, barang saya dan ini dibayar melalui virtual account sehingga langsung teregistrasi di pajak, jadi di SPT (Surat Pemberitahuan) pajakdisampaikan sebagai aset saya. Kalau soal kenapa Danu yang membayar, saya memang sering begitu dengan Danu, saya tinggal katakan 'Dan loe bayarkan dulu', " jelas Sanusi.

Cara yang sama menurut Sanusi digunakan untuk membayar satu unit tanah dan bangunan di perumahan Vimala Hills Villa dan Resorts Cluster Alpen seluas 540 meter persegi seharga Rp 5,995 miliar. Pembayaran dilakukan Danu Wira sejumlah Rp 2,72 miliar, sisanya sebesar Rp 1,73 miliar dibayar Gina Prilianti, Hendrikus Kangean, PT Bumi Raya Properti dan pihak lain.

"Tapi uang Danu untuk Vimala His sudah saya bayar menggunakan 400 ribu dolar Singapura lewat bank di private banking itu dengan ibu Vidia pada 15 des 2014," ungkap Sanusi.

Danu Wira menurut Sanusi juga masih membayari satu unit rumah susun Residence 8 @Senopati di tower 3 lantai 51 Jalan Senopati No 8B Kebayoran Baru seluas 76 meter persegi seharga Rp3,05 miliar dari total harga Rp 3,05 miliar.

"Di Residence 8 Pak Danu membayarkan Rp 3,056 miliar dan sudah saya ganti dalam empat kali pembayaran yaitu pada Mei 2014 sebesar Rp 500 juta, pada bulan yang sama Rp 2 miliar dan besoknya lagi Rp 2,85 miliar," tambah Sanusi.

Danu Wira juga ikut membantu dalam pelunasan satu unit tanah dan bangunan di Jalan Saidi No 23 RT 011 RW 007 Cipete Utara Kebayoran Baru seluas 410 meter persegi seharga Rp 16,72 miliar yang diatasnamakan Jeffry Setiawan Tan. Sanusi meminta Danu Wira membayarkan sejumlah Rp 900 juta.

"Rp 900 juta itu pinjaman, saya sudah kembalikan Rp100 juta waktu itu 9.000 dolar AS tapi dia 'complain' karena ada yang cacat lalu sisanya saya ganti dengan LM (Logam Mulia) 1 kilogram senilai Rp 400 juta. Lalu Rp 400 juta kedua saya lunasi menggunakan Rp35 ribu dolar AS," ungkap Sanusi.

Danu Wira dalam dakwaan juga masih menyediakan gedung Sanusi Center di Jalan Mushola RT 004 RW 09 Kramat Jati senilai Rp 3 miliar, membayari Rp1,64 miliar untuk satu unit rumah susun non hunian Thamrin Executive Residence di Jalan Kebon Kacang Raya 1 Kelurahan Kebon Melati Tanah Abang, satu unit apartemen Callia (Park Center Pulomas) di jalan Kayu Putih Raya dan Jalan Perintis Kemerdekaan Pulo Gadung Jakarta Timur sebesar Rp375,715 juta diminta dari Danu Wira.

Sedangkan satu unit tanah dan bangunan di jalan Haji Kelik Komplek Perumahan Permata Regency Glok F Kembangan sejumlah Rp 7,35 miliar atans nama Naomi Shallima dan satu mobil Audi A5 Nomor polisi (nopol) B 22 Eve yang dipesan Evelin Irawan senilai Rp 875 juta.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement