REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kota Yogyakarta akan menggelar Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) langsung pada Februari 2017 mendatang. Saat ini dua pasangan calon (paslon) Pilkada Yogyakarta sudah ditetapkan dan semuanya merupakan pejawat sebelumnya.
Paslon nomor urut 1 adalah Imam Priyono Dwiputranti-Achmad Fadli yang merupakan mantan wakil wali kota Yogyakarta periode 2011-2016 dan mantan asisten bidang pemerintahan sekda Kota Yogyakarta. Sedangkan paslon nomor urut 2 adalah Haryadi Suyuti-Heroe Poerwadi yang merupakan mantan Wali Kota Yogyakarta periode sebelumnya dan ketua DPC sebuah partai politik di Yogyakarta.
Karena dua paslon adalah pejawat maka rentan terhadap indikasi ketidaknetralan Aparat Sipil Negara (ASN) yang ada di Kota Yogyakarta. Sekda Kota Yogyakarta, Titik Sulastri mengatakan, aturan yang mewajibkan adanya netralitas ASN dalam Pilkada tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 pasal 4 yang menyatakan bahwa setiap pegawai dilarang memberikan dukungan kepada calon kepala daerah, terlibat kampanye, menggunakan fasilitas jabatan untuk kegiatan kampanye, serta melakukan keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon. "Ini jelas aturannya dan sanksinya juga tegas ada. Pemkot sendiri sudah mengeluarkan Surat Edaran (SE) ke semua pimpinan SKPD dan juga wilayah terkait hal ini," ujarnya.
Diakuinya, jumlah ASN di Kota Yogyakarta mencapai 7.000 orang termasuk para guru. Sedangkan ASN yang merupakan karyawan atau PNS di Balai Kota Yogyakarta sendiri mencapai 3.000-an orang. Pihaknya, kata Titik, juga sudah mengimbau terus melalui berbagai pertemuan dan rapat internal di Kota Yogyakarta.
Plt Wali Kota Yogyakarta, Sulistyo dalam beberapa kesempatan juga mengingatkan pentingnya netralitas ASN ini dalam Pilkada Kota Yogyakarta nanti. Sulistyo meminta kepada ASN yang ada di Kota Yogyakarta tidak memihak salah satu paslon yang ada. "Yang punya hak pilih silakan menggunakan hak pilihnya. Namun, sebagai PNS kita harus menjaga netralitas. Kita harus netral. Tidak boleh tidak netral,” katanya menegaskan.
Menurut Sulistyo, netralitas ASN akan dilihat dari banyak sisi. Salah satunya adalah dari sisi aktivitas ASN sendiri baik dari foto-fotonya, dari akun-akun media sosialnya, atau mungkin melalui ketegasannya di lapangan saat terjun ke masyarakat. "Saya minta PNS dan karyawan pemkot untuk lebih hati-hati dan waspada jangan sampai ditumpangi kepentingan tertentu, termasuk dalam guyonan juga harus hati-hati," ujarnya.
Kepala Inspektorat Kota Yogyakarta, Wahyu Widayat mengatakan, imbauan terhadap netralitas ASN tersebut juga gencar dilakukan pihaknya hingga tingkat wilayah. Pihaknya juga menekankan, pentingnya atasan untuk mengawasi bawahannya dalam menjaga netralitas ini. "Kasie bertanggungjawab terhadap anak buahnya di bawahnya, Kabid juga begitu. Kepala dinas bertanggungjawab mengawasi di setiap dinas, dan ujungnya adalah Kepala daerah," ujarnya.
Menurutnya, seorang ASN akan diketahui tidak netral dalam pilkada jika memenuhi beberapa syarat pelanggaran antara lain memenuhi unsur keberpihakan terhadap salah satu paslon dan memenuhi unsur adanya kepentingan tertentu. Inspektorat sendiri memiliki tim Penelitian dan Penelahaan Informasi (PPI) yang bertugas mengumpulkan informasi dan menelaah indikasi ketidaknetralan seorang ASN.
"Jika terjadi kasus indikasi ketidaknetralan akan kita lakukan pemeriksaan khusus dengan uji materi berupa fakta data di lapangan dan koordinasi pemeriksaan internal," ujarnya.
Jika semua syarat terpenuhi maka ASN yang bersangkutan bisa terkena sanksi sesuai PP 53/2010 berupa penurunan pangkat hingga tiga tahun bahkan sampai pemberhentian dengan tidak hormat. Karenanya, inspektorat mewanti-wanti kepada seluruh ASN di Pemkot Yogyakarta untuk terus menjaga netralitasnya selama pelaksanaan Pilkada 2017 mendatang.
Terpisah, Ketua Panitia Pengawas (Panwas) Pilkada Kota Yogyakarta Agus Muhammad Yasin mengatakan ASN adalah ujung tombak pemerintah dalam mengawal demokrasi. Posisi ASN dalam proses peyelenggaraan pilkada harus netral dan tidak berpihak. Ketentuan tersebut tercantum dengan jelas dalam Surat Edaran bernomor B/2355/M.PANRB/07/2015 yang menegaskan Netralitas ASN dan Larangan Penggunaan Aset Pemerintah dalam Pilkada.
Larangan ASN memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam pilkada juga termuat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 70 ayat (b) dan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Netralitas ASN. Ketentuan lebih jelas tentang netralitas ASN dan sanksinya terdapat dalam Pasal 4, angka 15 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.
"Dalam ketentuan tersebut sangat jelas disebutkan apa saja larangan ASN dalam PIlkada," ujarnya.
Seorang ASN atau PNS dalam Pilkada, kata dia, jelas dilarang terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon wali kota dan wakil wali kota Kota Yogyakarta baik sebagai pelaksana, petugas, tim sukses, tenaga ahli, penyandang dana, atau pencari dana kampanye.
ASN juga dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye, dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye, "Mereka (ASN) juga dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat," katanya.