REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kota Yogyakarta 2017 batal disahkan dalam rapat paripurna di DPRD Kota Yogyakarta, Senin (28/11). Rapat yang sedianya diagendakan digelar tersebut batal dilaksanakan meskipun seluruh kepala SKPD dan Plt Wali Kota Yogyakarta sudah hadir di gedung dewan.
Pembatalan rapat yang dilakukan DPRD setempat ini terjadi karena kesepakatan pandangan antara DPRD dan Pemkot Yogyakarta terkait beberapa persoalan. Padahal sesuai aturan RAPBD disetiap daerah harus sudah disahkan maksimal 30 November mendatang. Jika dalam target tersebut tidak selesai maka Pemkot Yogyakarta terancam penalti oleh pemerintah pusat.
Penalti tersebut antara lain penundaan pembayaran gaji kepala daerah dan anggota DPRD setempat serta penundaan transfer Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat ke daerah. "Masih ada beberapa persoalan yang perlu dibahas bersama tetapi kita optimistis 30 November bisa terselesaikan," ujar Ketua DPRD Kota Yogyakarta, Sujanarko.
Menurut Sujanarko, draf RAPBD yang disampaikan ke pimpinan dewan mengalami perubahan. Karenanya pihaknya mengembalikan draf tersebut ke badan anggaran untuk dibahas. Badan Anggaran Dewan dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah sendiri kemudian melakukan rapat tertutup dan hasilnya rapat paripurna pengesahan RAPBD 2017 tersebut akan digelar 30 November mendatang.
Menurut Sujanarko, salah satu persoalan teknis yang disoroti dewan dalam RAPBD tersebut adalah program di wilayah yang masih harus dilakukan pembahasan ulang. Menurutnya, program kewilayahan yang perlu pembahasan ulang tersebut menyangkut hasil perombakan organisasi perangkat daerah. Dalam struktur organisasi di kecamatan yang baru, jumlah urusan hanya empat seksi. "Sedangkan pembahasan yang dilakukan di Komisi A masih menggunakan kelembagaan yang lama, yakni lima seksi."Ini kan tidak sama antara yang di komisi dengan drafnya," ujarnya.
Begitu juga struktur organisasi di kelurahan yang kelak hanya ada tiga seksi, namun dalam pembahasan masih mendasarkan empat seksi. Oleh karena itu, Komisi A harus mengundang kembali kecamatan dan kelurahan guna membahas ulang program di wilayah.
"Tadi TAPD menyarankan supaya tetap ada pengesahan sedangkan pembetulan nanti dilakukan saat ada proses evaluasi dengan Gubernur. Tapi menurut kami, harus dituntaskan dulu dari pada muncul persoalan baru karena itulah rapat kita tunda," katanya.
Selain persoalan teknis tersebut, Banggar juga sempat menyoroti program fisik yang tahun ini tidak tuntas namun dianggarkan kembali di tahun depan. Terutama proyek pembangunan gedung Inspektorat, rehabilitasi Kantor Kelurahan Bener Tegalrejo, dan perbaikan SDN Tegalpanggung. Dia berharap sebelum dianggarkan kembali untuk tahun depan, pelaksana proyek harus dilakukan pemutusan kontrak terlebih dahulu terhadap kontraktor yang tidak sesuai kontrak. Hal ini supaya tidak menimbulkan persepsi multi years. "Hal-hal semacam ini kan perlu ada penjelasan. Ternyata memang sudah diputus kontrak oleh Pemkot. Tapi belum terkomunikasikan sebelumnya," ujarnya.
Sementara Kepala Bagian Organisasi, Sekretariat Daerah Pemerintah Kota Yogyakarta, Kris Sarjono Sutejo mengakui ada perubahan dalam RAPBD 2017. Menurutnya beban kecamatan saat ini bertambah setelah ada surat dari Kementrian Dalam Negeri yang meminta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat dihapus dan diserahkan kepada kecamatan.
Dengan demikian, kata dia, kecamatan mengharuskan lima urusan dan masuk dalam tipe A. "Suratnya baru turun sehingga rencananya setelah evaluasi APBD dari Gubernur DIY akan diperbaiki," katanya. Namun demikian pihaknya menghormati keputusan dewan yang meminta pembahasan ulang terkait hal tersebut. Pihaknya hanya berharap RAPBD tersebut selesai tepat waktu sehingga Pemkot tidak terkena pinalti pemerintah pusat.