Senin 21 Nov 2016 20:55 WIB

Pemahaman Hakim Terhadap Kejahatan Seksual pada Anak Rendah

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Agus Yulianto
Terdakwa kasus kejahatan seksual terhadap anak, Sony Sandra, menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Kota Kediri, Jawa Timur.  (Ilustrasi)
Foto: Antara/Prasetia Fauzani
Terdakwa kasus kejahatan seksual terhadap anak, Sony Sandra, menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Kota Kediri, Jawa Timur. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) menuturkan, 70 persen putusan hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa dalam kasus kejahatan seksual terhadap anak. Data tersebut merupakan hasil pengamatan dari Mayarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MPPI).

Anggota Komisi VIII DPR RI, Rahayu Saraswati beranggapan, hal tersebut disebabkan rendahnya pemahaman para hakim terhadap kejahatan dan kekerasan seksual yang menimpa anak-anak. "Masalah mendasarnya terletak pada bagaimana hakim mempersepsi dan menginterpretasi peristiwa serta akibat kejahatan seksual terhadap anak selaku korban," kata dia dalam Konferensi Nasional Perlindungan Anak 2016 di Jakarta, Senin 21/11).

Sehingga, dia mengatakan, harus ada secara menyeluruh terhadap UU Perlindungan Anak. Tujuannya, untuk memasukkan semua aspek permasalahan perlindungana anak, hak anak.

Politisi Partai Gerindra itu tidak menampik banyak hakim yang harus diberikan pemahaman ulang ihwal kekerasan dan kejahatan anak. Namun, dia mengingatkan, penyuluhan tersebut akan berhubungan dengan anggaran. "Kalau mau penyuluhan dan sosialisasi (UU Perlindungan Anak pada hakim), anggarannya dari mana dan siapa yang melakukan," ujar dia.

Rahayu mengatakan, tugas sosialisi terhadap hakim merupakan tugas pemerintah. Pun dia menyebut, permasalahan anggaran untuk memberikan pemahaman juga terjadi di pihak kepolisian.

Dia meminta, pihak kepolisian tidak merotasi Unit Pelayanan Perempuan dan anak (PPA) seperti unit lainnya. Sebab, SDM yang memahami tentang UU Perlindungan Anak sangat terbatas. "Karena kalau setiap tahun diganti, akan diberikan pemahaman lagi dan itu butuh anggaran," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement