REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Miko Susanto Ginting meminta pihak kepolisian mempertimbangkan kembali rencana menyelenggarakan gelar perkara terbuka dalam kasus dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Sebab menurutnya rencana tersebut tidak memiliki dasar hukum.
"Gelar perkara yang dilakukan secara terbuka tidak memiliki dasar hukum dan sepatutnya dipertimbangkan kembali," kata Miko kepada Republika.co.id, Jumat (11/11).
Proses penegakan hukum terhadap kasus dugaan penodaan agama oleh Ahok sepatutnya dilakukan secara transparan dan akuntabel. Di sisi lain, penegakan hukum itu tidak boleh mengesampingkan prinsip dan aturan hukum yang berlaku.
Menurut Miko, prinsip itu sudah terpenuhi apabila pihak kepolisian menjelaskan setiap proses yang sudah, sedang, dan akan dilakukan dalam pemeriksaan dugaan tindak pidana secara transparan dan akuntabel kepada masyarakat. "Misalnya, dengan melakukan konferensi pers setiap selesai satu tahapan dalam penyelidikan atau penyidikan," terang Miko.
Miko berpendapat, apabila gelar perkara dilakukan secara terbuka terdapat beberapa potensi yang perlu dipertimbangkan. Pertama, proses penyidikan yang seolah-olah menjadi forum pengadilan. Kedua, potensi "intervensi" oleh opini terhadap jalannya proses penyidikan akan terbuka dengan lebar.
"Selain itu, apabila gelar perkara untuk kasus ini tetap dilakukan secara terbuka, maka harus ada perlakuan yang sama untuk setiap dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh pihak lain," ucap Miko.