REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin mengaku tidak setuju dengan pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut ada aktor politik di balik aksi damai 4 November yang berakhir ricuh. Kericuhan ini patut diduga karena ada provokator dan bukan karena reaksi dari peserta demonstran terhadap keputusan yang dicapai.
"Statement seperti ini (adanya aktor politik) normatif. Juga tidak menyelesaikan masalah bahkan menimbulkan masalah baru. Karena ada tuduhan kepada pihak tertentu yang tidak jelas," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (5/11).
Mantan ketua PP Muhammadiyah ini menjelaskan, jika memang Presiden mengetahui adanya aktor politik sebaiknya ditangkap dan bukan malah memberikan pernyataan yang seolah mencari kambing hitam.
Pernyataan Presiden dinilai tidak bijak dalam memecahkan masalah. Akibat pernyataan tersebut maka banyak pihak yang mengaitkan aksi demonstran dengan peristiwa politik sebelumnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo akhirnya memberikan keterangan kepada media setelah seharian meninggalkan Istana Merdeka. Jokowi mengaku mengapresiasi demo damai umat Islam yang berlangsung damai.
Namun, dia menyayangkan sempat terjadi kericuhan setelah waktu untuk unjuk rasa selesai. "Tapi kita menyesalkan, kejadian ba'da Isya, yang seharusnya (massa aksi) sudah bubar, tapi jadi rusuh," katanya di Istana Negara, Jakarta, Sabtu (4/11), dinihari.
Menurut Jokowi, kerusuhan itu terjadi karena ulah aktor-aktor politik. "Dan (rusuh) ini kita lihat telah ditunggagi aktor-aktor politik yang memanfaatkan situasi," katanya.
Jokowi juga mengklarifikasi, bahwa dirinya sudah menyampaikan dalam rapat sebelumnya terkait kasus yang menimpa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Dalam pertemuan itu telah disampaikan bahwa proses hukum Ahok akan ditangani dengan cepat.
Sebelumnya, massa aksi mendesak Jokowi menemui perwakilan massa yang menuntut Ahok segera diadili. Sementara, Jokowi tidak berada di istana sehingga dia diwakili oleh para menterinya.