Kamis 03 Nov 2016 02:00 WIB

PKS: Tembak di Tempat Peserta Unjuk Rasa Melanggar Konstitusi

Rep: Fuji Pratiwi/Eko Supriyadi/ Red: Bilal Ramadhan
Ribuan massa unjuk rasa terkait pernyataan Gubernur DKI Jakarta, Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama soal surah Al Maidah ayat 51 bergerak dari Masjid Istiqlal ke Balai Kota DKI, Jumat (14/10).
Foto: Republika/Dadang Kurnia
Ribuan massa unjuk rasa terkait pernyataan Gubernur DKI Jakarta, Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama soal surah Al Maidah ayat 51 bergerak dari Masjid Istiqlal ke Balai Kota DKI, Jumat (14/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tembak di tempat peserta untuk rasa dinilai melanggar konstitusi. Sebab, unjuk rasa merupakan hak yang dilindungi konstitusi dan ada cara lain untuk menindak peserta unjuk rasa yang anarkis.

Anggota MPR RI dari Fraksi PKS Hermanto mengapresiasi kebijakan Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Mochamad Iriawan, yang tidak akan melakukan tembak di tempat kepada para peserta aksi unjuk rasa atas dugaan kasus penistaan agama pada 4 November 2016 mendatang.

Sebab, aksi unjuk rasa dilindungi dan dijamin oleh konstitusi. Jika ada peserta aksi yang anarkis, Hermanto menilai aparat cukup menangkap oknum tersebut tersebut tanpa harus ditembak.

''Kebebasan berpendapat dilindungi oleh konstitusi. Maka pelaku tembak di tempat kepada mereka yang sedang menyampaikan pendapat adalah pelanggaran terhadap konstitusi,'' tutur Hermanto melalui keterangan resmi kepada Republika.co.id, Rabu (2/11).

Hermanto menambahkan, sebagai negara demokrasi, Indonesia telah menjamin kemerdekaan mengemukakan pendapat di muka umum. Konstitusi Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 pada Pasal 28 E menyebutkan, setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

UUD NRI 1945 tersebut, lanjut Hermanto, dijabarkan lagi dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.  Pasal 1 ayat (1) undang-undang ini berbunyi, Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Di pasal 2 ayat (1) juga disebutkan setiap warga negara secara perseorangan atau kelompok bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tangung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

''Dari paparan tersebut, sangat jelas bahwa negara memberikan jaminan yang sangat kuat kepada mereka yang mengemukakan pendapat. Maka siapa saja yang berusaha menghalanginya maka patut dianggap sebagai melawan negara dan harus ditindak oleh aparat negara,'' ungkap Hermanto.

Di sisi lain, kepada para peserta aksi, Hermanto juga mengingatkan agar melakukan aksi dengan tertib serta mengindahkan norma-norma agama, susila, ketertiban umum dan keutuhan negara.

Hal tersebut tercantum dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 23 ayat (2) yang menyebutkan setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan Negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement