Ahad 23 Oct 2016 21:42 WIB

Mantan Anggota TPF Munir Ragu Dokumen Hilang

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Indira Rezkisari
 Istri Munir yang juga Ketua Omah Munir Suciwati memberikan keterangan pers peringatan 11 tahun kasus pembunuhan Munir di kantor Kontras, Jakarta, Ahad (6/9).  (Republika/Raisan Al Farisi)
Istri Munir yang juga Ketua Omah Munir Suciwati memberikan keterangan pers peringatan 11 tahun kasus pembunuhan Munir di kantor Kontras, Jakarta, Ahad (6/9). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Anggota Tim Pencari Fakta (TPF), Hendardi tak meyakini dokumen hasil investigasi Tim Pencari Fakta (TPF) aktivis HAM Munir Said Thalib hilang. Ia justru mencurigai pemerintah tak serius menindaklanjuti hasil investigasi tersebut atau malas mencari keberadaan dokumen itu.

"Bahwa ini malas mencari. Atau ketiga, karena tujuan-tujuan tertentu, tujuan politik. Karena tidak ingin membuka atau menangani kasus ini lebih lanjut, membuka ke publik atau menangani kasus ini lebih lanjut," kata Hendardi di kantor Setara Institute, Jakarta, Ahad (23/10).

Ia menjelaskan, dokumen hasil investigasi tersebut secara resmi telah diserahkan kepada Presiden SBY pada 24 Juni 2005. Sehingga, meskipun mengakui masih memiliki arsip dokumen itu, ia mengatakan kewenangan untuk membuka dan mendistribusikan dokumen itu telah menjadi kewenangan presiden.

"Artinya secara formal itu adalah sudah menjadi wewenang presiden dalam hal ini adalah SBY pada waktu itu. Sesuai keppres diamanatkan bahwa TPF setelah menyelesaikan laporannya, laporan itu diserahkan kepada Presiden. Ada klausul lain bahwa Presiden akan mengumumkan kepada publik hasil yang diperoleh oleh TPF. Artinya kami sebagai mantan anggota TPF sama sekali tidak punya wewenang otoritas untuk mengumumkan, mendistribusikan, menyampaikan kepada siapapun. Otoritas itu ada pada Presiden, SBY," jelas dia.

Menurut dia, jika dokumen itu dikatakan hilang, maka seharusnya pemerintah Jokowi dapat berkomunikasi langsung dengan pemerintahan sebelumnya, yakni SBY. Sebab, menurut dia, SBY juga memiliki tanggung jawab terhadap dokumen hasil investigasi Munir. "Saya kira secara moril SBY juga paling bertanggung jawab," tambah dia.

Lebih lanjut, ia mengatakan, saat penyerahan dokumen hasil investigasi TPF terdapat tujuh eksemplar dokumen yang diberikan kepada Presiden. Ketujuh eksemplar tersebut dimaksudkan untuk diberikan kepada instansi terkait lainnya, seperti Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Polri, Kejaksaan, dan lainnya. Karena itu, ia pun meyakini dokumen tersebut tidak hilang. Jika memang terjadi, maka Hendardi menilai hal ini akan memalukan pemerintah dalam menyimpan dokumen penting.

Hendardi mengatakan, setelah hasil investigasi TPF diserahkan kepada Presiden SBY, SBY membentuk satgas Mabes Polri guna melakukan penyelidikan dan penyidikan. Dari hasil penyelidikan pun diketahui Pollycarpus yang harus bertanggung jawab atas meninggalnya Munir.

"Mereka melakukan penyelidikan penyidikan antara lain hasilnya ke Pollycarpus, Muchdi PR, dan sebagainya sampai dihukum Pollycarpus, Muchdi dilepas. Dasarnya mereka melakukan persidangan itu apa? Ya dokumen TPF. Artinya setidaknya di Polri maupun di Kejaksaan ada dokumen TPF itu. Masak Jaksa Agung nggak tahu bahwa ada dokumen TPF, sekarang cari-cari," kata Hendardi.

Seperti diketahui, Kementerian Sekretaris Negara, melalui keterangan tertulis yang diunggah di laman setneg.go.id, menyatakan bahwa mereka tidak memiliki ataupun mengetahui keberadaan laporan akhir tim pencari fakta kasus Munir. Sehingga tidak mungkin bagi Kemensetneg mengumumkan laporan TPF yang tidak dikuasainya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement