Senin 10 Oct 2016 01:01 WIB

Peneliti: Hukuman Bagi Pelaku Kejahatan Seksual Masih Minim

Rep: Mabruroh/ Red: Teguh Firmansyah
pelecehan seksual (ilustrasi)
pelecehan seksual (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penegakkan hukum bagi tindak kejahatan seksual ternyata masih kurang maksimal di mata masyarakat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Peneliti MaPPI FHUI Muhammad Rizaldi.

"Terlepas dari caranya apakah dengan kekerasan fisik, bujuk rayu, maupun ancaman, mayoritas tidak dikenakan hukuman maksimal," ujar Rizaldi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Ahad (7/10).

Ruzaldi menuturkan dalam UU kejahatan seksual tuntutan hukuman bisa sampai 12 tahun penjara bahkan 15 tahun untuk kejahatan pada anak-anak dibawa umur. Namun dalam prakteknya kata Rizaldi pengadilan hanya memvonis sekitar sepertiga dari tuntutan hukum tersebut.

"70 persen di bawah tuntutan jaksa itu berkisar tiga sampai empat tahun setengah saja," ujar Afrizal.

Selanjutnya menurut Rizaldi masalah tidak berhenti di sana. Berdasarkan hasil survei pada 2.040 koresponden kata dia masih ada persepsi di masyarakat yang perlu diluruskan untuk penegakkan hukuman itu sendiri.

Misalnya pelaku pemerkosa bertanggungjawab dengan cara berjanji akan menikahi korbannya. Kemudian korban pemerkosaan merupakan wanita yang memang sudah bukan lagi gadis.

Baca juga, KPAI Kejahatan Seksual Terhadap Anak Sudah Lampu Merah.

Sehingga hukuman bagi pelaku seringkali diringankan. Persepsi-persepsi itulah yang menurutnya perlu untuk diluruskan demi tegaknya hukum.

Selain itu sambungnya, masyarakat juga mengungkap supaya adanya rehabilitasi bagi korban dan juga pelaku. Dengan demikian lanjutnya ketika pelaku sudah bebas dari tahanan tidak lagi melakukan kejahatan yang sama karena mendapatkan perawatan sebelumnya.

"Hak korban dan pelaku untuk direhabilitasi, negara penting untuk reformasi penegekkan hukum," kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement