Jumat 07 Oct 2016 21:03 WIB

Imam Shamsi Ali Kritik Pernyataan Ahok Tentang Surat Al Maidah

Rep: Elba Damhuri/ Red: Erik Purnama Putra
Ahok rapat bersama Ariesman Widjaja.
Foto:

Solidaritas sosial

Sekali lagi isu SARA itu alami. Karena setiap kelompok manusia memliki kecenderungan membela dan/atau memenangkan kelompoknya. Kisah Musa membela komunitasnya di Mesir dengan memukul seorang warga Mesir asli hingga meninggal satu dari contoh Alquran.

Kecenderungan membela kelompok dalam segala nuansanya, keagamaan ternasuk di dalamnya, adalah wajar bahkan alami. Saya kira hanya kepura-puraan semata, bahkan kemunafikan, jika ada manusia yang tidak cenderung membela atau menginginkan yang terbaik bagi kelompoknya. Termasuk di dalamnya keinginan untuk kelompoknya menjadi pemimpin bagi keseluruhan manusia.

Oleh karena itu ketika mendengar pernyataan ketua Dewan Gereja New York itu, saya tidak terkejut, apalagi marah. Karena sejatinya itu adalah hak mereka yang terbangun di atas dasar "solidaritas sosial".

Justru yang mengejutkan sekaligus saya pertanyakan adalah ketika ada orang Islam yang lebih cenderung memilih non-Muslim di saat ada calon Muslim? Di mana letak solidaritas sosial keagamaannya? Atau dalam bahasa agama di mana letak sentimen ukhuwah imaniyah di hatinya?

Pernyataan yang sering kita dengarkan adalah pemimpin non-Muslim yang adil lebih baik dari pemimpin Muslim yang tidak adil. Pernyataan ini sangat misleading dan berbahaya. Pertama karena seolah jika calon itu Muslim pasti tidak adil. Dan sebaliknya seolah kalau calon itu non-Muslim pasti adil. Kedua seolah di negara ini tidak ada lagi calon Muslim yang baik. Sehingga rakyat Indonesia yang mayoritas Muslim itu kehilangan kepercayaan kepada calon-calon dari kalangan mereka.

Oleh karenanya menyikapi pernyataan Ahok dan menyambut pemilihan gubernur DkI Jakarta umat harus kembali menyadari dua hal.

Satu, SARA dalam nuansa positifnya, yaitu membangun solidaritas di atas asas kelompok tidaklah salah. Yang salah kalau kecenderungan kepada kelompok itu diekspresikan dalam bentuk kebencian dan kekerasan. Oleh karenanya umat perlu kembali menghayati makna ukhuwah dan juga makna "wilayah" yang semuanya merupakan basis solidaritas keumatan kita.

Dalam hal ini saya hormati posisi saudara-saudara Kristiani saya untuk menaruh harapan, doa, bahkan membantu kelompoknya untuk menang. Itu kita lihat di berbagai daerah yang mayoritas Kristen, tentu wajar kalau yang berkuasa adalah orang yang beragama Kristiani.

Dua, Indonesia sudah sepakat mengadopsi demokrasi sebagai sistem kehidupan bermasyarakatnya, dan dengan Pancasila dan UUD 45 sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karenya hanya ada satu pilihan dalam realita ini. Yaitu siap berkompetisi secara sehat dengan berbagai elemen atau kelompok masyarakat lainnya. Karenanya umat harus mampu mengedepankan yang terbaik bagi DKI, baik calon maupun program yang akan ditawarkan.

Pada akhirnya terlepas dari perbedaan penafsiran tentang ayat-ayat kepemimpinan dalam Alquran, tidak ada perbedaan penafsiran tentang "solidaritas sosial" kemanusiaan itu. Karena itu naluri alami manusia. Hanya manusia yang kebal rasa, atau kurang waras, yang tidak ingin kelompoknya berhasil atau menang. Termasuk di dalammnya keberhasilan atau kemenangan politik. Wallahu a'lam!

New York, 7 Oktober 2016

* Presiden Nusantara Foundation & Muslim Foundation of America, Inc.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement