Jumat 07 Oct 2016 21:03 WIB

Imam Shamsi Ali Kritik Pernyataan Ahok Tentang Surat Al Maidah

Rep: Elba Damhuri/ Red: Erik Purnama Putra
Ahok rapat bersama Ariesman Widjaja.
Foto: Berita Jakarta
Ahok rapat bersama Ariesman Widjaja.

REPUBLIKA.CO.ID, Imam Shamsi Ali menanggapi pernyataan kontroversial Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terkait Surat Al Maidah. Dia pun membuat analisis terkait tindakan Ahok yang mngomentari kitab suci umat Islam tersebut. Berikut tanggapannya:

Pernyataan Ahok dan Isu SARA

Oleh Imam Shamsi Ali*

Ketika kita berada dalam suasana tertentu seringkali rasa sensitifitas manusia meninggi. Aksi dan reaksi terhadap sebuah isu seringkali tidak terkontrol. Termasuk tentunya ketika kita sedang berada dalam musim kampanye. Amerika dalam hal ini tidak terkecuali. Demikian pula rencana pemilihan gubernur DKI Jakarta di tahun 2017 mendatang.

Pernyataan Ahok tentang Surat Al Maidah di Kepulauan Seribu adalah satu bukti bahwa sikap itu menunjukkan "sensitifitas" yang tinggi. Diakui atau tidak kegerahan umat Islam atas berbagai sikap dan pernyataannya selama ini mulai disadari "mengancam" posisinya pada pemilihan yang akan datang.

Perasaan terancam inilah yang menjadikannya melontarkan ungkapan yang seharusnya sensitif karena menyangkut emosi orang banyak. Menyatakan bahwa "umat Islam dibohongi oleh Kitab Sucinya" adalah pernyataan konyol, angkuh, dan merendahkan.

Ada dua kemungkinan kenapa Ahok harus menyampaikan pernyataan seperti itu. Pertama, mungkin karena itu memang karakternya. Di mana dia selalu berbicara tanpa memikirkan sensitifitas orang lain. Kedua, apa yang dia sampaikan merupakan pemggambaran apa yang ada dalam hatinya.

Dan sudah pasti keduanya adalah kepribadian yang sangat tidak pantas bagi seorang pemimpin publik. Seorang pemimpin publik harus sensitif dengan lingkungan sekitarnya. Dia tidak bisa menutup mata terhadap realita yang sensitif, termasuk isu agama. Dan kalau ternyata dalam hati Ahok ada kebencian kepada keyakinan rakyat mayoritas yang dipimpinnya maka ini juga sangat berbahaya.

Isu SARA?

SARA itu pasti. Setiap orang punya tendensi untuk memposisikan diri pada posisi kelompok terdekatnya. Artinya seorang etnis Bugis alaminya ingin melihat etnis Bugis berhasil. Atau dalam konteks pemilihan ingin melihat yang terpilih dari kalangan etnisnya. Itu sunnatullah, hukum alam yang tidak dapat dipungkiri.

Kelompok agama juga demikian. Di mana saja setiap orang ingin melihat kelompoknya berhasil. Betapa banyak umat Islam ingin melihat suatu hari seorang Muslim menjadi wali kota New York misalnya. Salahkah ini? Tidak sama sekali karena itulah yang disebut "solidaritas sosial" manusia.

Yang salah adalah keinginan kelompok kita menang itu menjadi dasar untuk membenci orang lain. Dalam Islam keinginan untuk kelompok kita berhasil itu tidak dilakukan dengan cara negatif. Misalnya dengan kebencian, menjelekkan, apalagi dengan kekerasan. Sebaliknya dilakukan dengan cara positif. Yaitu melalui "kompetisi sehat" untuk menampilkan calon dan program terbaiknya.

Oleh karenanya pernyataan Ahok itu di satu sisi salah. Tapi di sisi lain justru memberikan ruang kepada umat ini untuk melakukan introspeksi. Kembali mempertanyakan di mana solidaritas sosial yang harusnya terbangun di atas asas innamal mu'minuuna ikhwah?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement