Jumat 30 Sep 2016 20:53 WIB

Psikolog: Banyak Korban Banjir Garut Trauma Berat

  Sejumlah warga memindahkan kendaraan motor pasca banjir bandang di Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Kamis (22/9).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Sejumlah warga memindahkan kendaraan motor pasca banjir bandang di Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Kamis (22/9).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Psikolog dari Biro Psikologi Westaria Bandung, Dra Yulli Suliawidiawati M.Psi mengungkapkan hasil terapi kejiwaan menemukan banyak korban banjir bandang Kabupaten Garut, Jawa Barat, mengalami trauma berat. Sehingga perlu penanganan lebih intensif secara berkelanjutan.

"Kita sudah mendapatkan data korban-korban yang mengalami trauma berat dan perlu pendampingan lebih lanjut, kita sudah jadwalkan terapi buat mereka," kata Yulli usai terapi kejiwaan kepada korban banjir yang mengungsi di Kabupaten Garut, Jumat (30/9).

Ia menuturkan terapi massal yang dilakukannya menggunakan metoda Deep Psych Tapping Technique (DEPTH) atau yang mudah dilakukan sendiri oleh para korban banjir. Selain itu, lanjut dia, ada cara terapi yang harus dilakukan secara berkelanjutan karena kondisinya trauma berat.

"Untuk itu kita bekerjasama dengan P2TP2A Garut akan terus melakukan pendampingan psikolog kepada para korban bencana di Garut, terutama bagi mereka yang trauma berat," katanya.

Ia menyebutkan data korban banjir yang trauma berat tercatat anak-anak 15 orang, kemudian ada juga orang dewasa perempuan dan laki-laki. Ia menyebutkan contoh kasus trauma berat yaitu dua orang anak kelas 1 SMP dan kelas 3 SMA yang kondisinya memprihatinkan dan secepatnya butuh pemulihan.

"Untuk yang siswa SMP kehilangan nenek, ibu, kakak dan adiknya yang hanyut karena lepas dari genggaman tangannya, jadi dia sangat menyesal," katanya.

Selanjutnya siswa SMA terus menunjukan kesedihan karena kehilangan ibu, kakak dan adiknya saat terjadi bencana banjir. "Kelihatannya dia sangat tertekan sekali, saat ditanya siapa yang terbayang, dia menjawab selalu melihat ibu, kakak dan adiknya saat lepas dari genggamannya," katanya.

Selain anak tersebut, kata Yulli, ayahnya mengalami trauma berat bahkan cenderung pada aksi perilaku tidak normal. "Ayahnya cenderung sering tiba-tiba memeluk perempuan yang mirip istrinya," katanya. Ia berharap terapi kejiwaan yang dilakukannya bersama psikolog lain dapat secepatnya memulihkan trauma kejiwaan korban banjir.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement