REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Banjir bandang yang terjadi di Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Garut, Kamis (22/9/2022) malam, menyebabkan lebih dari 1.000 unit rumah terdampak. Di antara ribuan rumah yang terdampak banjir luapan Sungai Cipalebuh dan Sungai Cikaso itu juga terdapat ratusan rumah yang rusak.
Wakil Bupati Garut Helmi Budiman mengatakan saat ini masih menghitung jumlah kerugian akibat kejadian bencana tersebut. Setelah itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut akan melaksanakan penanganan pascabanjir bandang di wilayah Garut selatan.
"Ada lima kecamatan (yang terdampak). Yang paling parah di Pameungpeuk, terus Cisompet, kemudian Singajaya, Banjarwangi, dan juga Cibalong," kata dia melalui siaran pers, Sabtu (24/9/2022).
Ia menyebutkan, ada sekitar 1.644 rumah terdampak banjir bandang dan dua rumah hancur di Kecamatan Pameungpeuk. Selain itu, terdapat satu rumah hancur karena tanah longsor di Kecamatan Cisompet.
"Ini jumlahnya sedang diinventarisir, tapi diperkirakan yang rusak itu sekitar 200 sampai 400 rumah, yang 1.200 rumah itu kemungkinan yang terendam saja," kata dia.
Ia menambahkan, berdasarkan laporan hingga Jumat (23/9/2022), terdapat sekitar 40 KL warga yang mengungsi. Namun, sebagian warga mulai melakukan pembersihan rumahnya yang terdampak banjir. Sementara warga yang rumahnya mengalami rusak berat mengungsi di rumah keluarganya. Karena itu, ia tidak menyiapkan posko pengungsian.
Helmi mengatakan, secara kasat mata, kerugian yang diakibatkan oleh bencana banjir bandang dan longsor ini lebih dari Rp 10 miliar. Bencana juga mengakibatkan sejumlah fasilitas umum mengalami kerusakan.
Ia mencontohkan, terdapat beberapa jembatan yang rusak, salah satunya yaitu jembatan yang baru saja diresmikan. "Kemudian jembatan merah putih, dan jembatan manglayang. Ada tiga jembatan (yang rusak), satu di Pameungpeuk, dua di Cibalong," kata dia.
Ihwal langkah penanggulangan yang akan dilakukan, Helmi mengatakan, terdapat dua pilihan, yaitu relokasi dan tanggul. Namun untuk sementara ini, penanganan melalui pembuatan tanggul dinilai lebih rasional.
"Tanggul ini dengan bronjong. Itu mungkin pilihan yang paling rasional saat ini adalah ada bronjong, tapi kita koordinasi nanti dengan provinsi, karena sungai ini ada di bawah provinsi," lanjutnya.
Namun, untuk penanganan jangka panjang diperlukan upaya rehabilitasi lahan kritis di wilayah hulu sungai. Helmi juga menyampaikan terkait penanganan jangka panjang memang harus dilakukan rehabilitasi. Saat ini terdapat banyak lahan yang sudah tidak memiliki tegakan keras.
"Jadi memang ini pilihannya, ya memang tadi selain karena hujan yang sangat deras, memang di atas itu harus kita perbaiki, ini kebanyakan lahan-lahan ini sudah tidak ada tegakan kerasnya," tandasnya
Sebelumnya, Pemkab Garut telah menetapkan status tanggap darurat bencana setelah terjadinya sejumlah bencana pada Kamis kemarin. Status tanggap darurat bencana itu berlaku selama tujuh hari sejak Jumat.