Kamis 29 Sep 2016 07:23 WIB

Dilarang Bakar Lahan, Warga Sungai Utik Kini Susah Berladang

Warga Sungai Utik menjaga batas api berupa selokan kecil saat pembakaran lahan agar api tidak merembet
Foto:
Ritual menanam padi pon, salah satu padi tertua yang mendapat giliran terakhir di tanam. Pertama kali yg ditanam adalah padi pulut (ketan).

Prinsip kesinambungan juga diberlakukan pada masa menugal. Sebelum tuntas, tak boleh ada hari jeda dalam menuggal. Jika ada yang meninggal, mereka istirahat bekerja, tetapi tetap ada penugalan meski tidak sehari penuh, sebagai syarat kesinambungan. "Misalnya hanya menugal untuk beberapa lubang, setelah itu melayat ke tempat warga yang meninggal," ujar Rengga.

Mereka memiliki 40 jenis padi yang mereka tanam, yang paling tua adalah padi sangking dan pagi pon. Dua jenis padi ini biasanya dipakai untuk acara sumpah ketika ada masalah. Padi yang pertama kali ditanam adalah padi pulut, yaitu padi ketan, sebagai pembuka jalan bagi padi yang lainnya. Padi pulut biasa dipakai untuk pulut pansoh, yaitu nasi yang dimasak dibambu untuk acara-acara adat. "Pulutnya dimasak tanpa campuran bumbu, sebab kalau pakai bumbu dipercaya akan male, berbah menjadi padi lagi," jelas Rengga.

Menurut Deputi I Alianasi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Mina Susanna Setra, masyarakat adat sangat memperhatikan kearifan lokal dalam membakar lahan. "Bisa saja pemerintah melarang mereka membakar lahan lantas diberi subsidi beras, tapi cara itu memutus hubungan spiritual mereka dengan tanah mereka," ujar Mina, di acara diskusi Kearifan Lokal dalam Berladang, di Jakarta, Selasa (27/9).

Mulai dari persiapan lahan hingga selesai panen, mereka selalu melakukannya dengan ritual adat. Bagi masyarakat Dayak Iban, kata Rengga, "Tanah to indae kitae. Tanah adalah ibu kita." Yang memberi mereka bahan makanan, karenanya tak bisa diambil dengan serakah. "Tanah bisa marah kalau tak kita manfaatkan sesuai kebutuhan kita," ujar Rengga.

Karenanya, Rengga menyesalkansikap pemerintah yang membiarkan perusahaan pembakar hutan dan lahan, tapi memburu masyarakat adat. "Tahun 2000, ada cukong yang ajak masyarakat adat Sungai Utik melakukan pembalakan liar ditawari miliaran, tapi kita tolak," kata Rengga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement