Kamis 29 Sep 2016 07:23 WIB

Dilarang Bakar Lahan, Warga Sungai Utik Kini Susah Berladang

Warga Sungai Utik menjaga batas api berupa selokan kecil saat pembakaran lahan agar api tidak merembet
Foto:
Mempersiapkan acara adat nyapek tanah, disebut juga manggul tegalan, agar lahan yang akan ditanami menjadi subur.

Menurut Tommy Indriadi dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nasional, titik api selama ini dketahui berada di kawasan hutan tanaman industri yang dikelola perusahan-perusahaan. Mereka membakar lahan dan hutan tidak memperhatikan kearifan lokal yang dipunyai masyarakat adat. "Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, masyarakat adat tidak kena pasal pidana ketika membakar lahan, tapi kenapa sekarang jadi sasaran hukum pidana?" tanya Tommy.

Tommy menyebut data ada 37 orang yang dikriminalisasi di berbagai daerah di Indonesia. Sebanyak 23 di antaranya dinilai melanggar perda dan dilepas setelah diberi peringatan. "Mereka bukan bagian dari masyarakat adat yang membakar lahan dengan kearifan lokal, melainkan penjaga kebun milik perusahaan," jelas Tommy.

Pada Agustus lalu, ada warga yang ditangkap aparat karena membakar lahan. Alasannya dianggap melanggar maklumat bersama yang ditandatangani enam pejabat Kapuas Hulu yang menginginkan tak ada pembakaran lahan di Kapuas Hulu. "Kita ini hanya membakar lahan yang kecil, yang digunakan untuk berladang dengan tanaman lokal untuk dikonsumsi sehari-hari," ujarRengga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement