Kamis 29 Sep 2016 07:23 WIB

Dilarang Bakar Lahan, Warga Sungai Utik Kini Susah Berladang

Warga Sungai Utik menjaga batas api berupa selokan kecil saat pembakaran lahan agar api tidak merembet
Foto:
Warna memasukkan benih pagi ke lubang tugal di ladang.

Bagi warga Sungai Utik, Agustus adalah jadwal bakar lahan, setelah didahului masa penebasan pada Juni, dan penebangan pada Juli, untuk kayu-kayu besar yang ditinggalkan di masa menebas. Setelah dibiarkan kering, pada pertengahan Agustus dilakukan pembakaran. Juni-Juli, menunggu tiba masa pembakaran, merupakan waktu luang bagi warga Dayak Iban di Sungai Utik.

"Waktu-waktu ini biasanya dimanfaatkan juga untk pergi ke Serawak mencari uang untuk biaya berladang," jelas Verdanius Muling, warga Sungai Utik. Di masa luang itu juga biasa dimanfaatkan menggali sejarah dan penyadaran tentang pentingnya tradisi dan kearifan lokal. Para orang tua menularkannya kepada anak-anak.

Saat waktu pembakaran tiba, sekat api dibuat di sekeliling lahan yang akan dibakar untuk mencegah perembetan api. Warga juga menjaga sekat api itu. Saat pembakaran, mereka juga melibatkan warga lain yang lahannya berbatasan dengan lahan yang dibakar itu. Jika tidak, mereka harus membayar denda.

Warga Dayak Iban berladang menggunakan sistem ladang bergulir. Area ladang mereka sudah ada turun-termurun, lahan yang sedang tidak ditanami dibiarkan menjadi hutan kembali, ntuk kemudian dibuka lagi jika jadwal gulirnya sudah sampai dilahan itu lagi.

Setiap bergulir, selalu menyertakan lahan yang ditanami sebelumnya, sebagai kesinambungan lahan dengan lahan yang baru dibuka. Sebagian besar lahan yang sudah dipanen dibiarkan lagi lantaran sudah ada tanaman kayu yang tumbuh lagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement