Rabu 14 Sep 2016 20:32 WIB

‎Kabinet Kerja Dinilai Lamban Atasi Problem Perekonomian Rakyat

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Ilham
Kabinet Kerja Jilid II
Foto: Republika/ Wihdan
Kabinet Kerja Jilid II

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta lebih serius dan bekerja keras dalam mensejahterakan masyarakat sekaligus mengentaskan kemiskinan. Upaya tersebut sebaiknya tidak hanya sekadar jargon dan pencitraan semata.

"Salah satu yang belum tergarap baik justru adalah pelaksanaan bantuan untuk UMKM. Sektor kesejahteraan petani dan nelayan ironisnya malah kurang disentuh secara lebih konkret,” kata koordinator Langkah HT Nasional, Kisandani Priyambodo dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Rabu (14/9).

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat rasio gini Indonesia mengalami penurunan. Namun menurut dia, kenyataannya kesenjangan sosial masih sangat lebar. Penurunan rasio gini tersebut juga dipandang sangat minim, yakni dari angka 0,4 pada 2015 menjadi 0,39 pada Maret 2016.

Kisan mengatakan, hasil BPS juga menunjukkan data bertambahnya orang miskin sebanyak 860 ribu jiwa serta angka pengangguran selama setahun terakhir tidak banyak mengalami penurunan. Langkah HT menyesalkan kelambanan Kabinet Kerja dalam hal komitmen meningkatkan ekonomi rakyat kecil melalui program-program nyata.

Kisan menyebut, terlepas dari krisis ekonomi tingkat global sebagaimana yang kerap diuraikan pemerintah, tingginya angka kesenjangan ini merupakan indikasi adanya masalah dalam realisasi program pemerintah terkait rakyat kecil. Jika angka kesenjangan tetap tinggi, maka berpotensi menimbulkan keresahan sosial bahkan kriminalitas dikhawatirkan meningkat.

Kisan menilai salah satu penyebab riil kelambanan realisasi kebijakan pengentasan kesenjangan adalah terkait dengan kebijakan Presiden Jokowi yang terlalu akomodatif dengan parpol dan pendukung. Data BPS tersebut sebenarnya dapat dijadikan momentum oleh presiden untuk mengevaluasi kinerja kementerian atau lembaga yang terkait dengan masalah ekonomi dan kesejahteraan sosial.

"Presiden sebaiknya mengundang dan mendengar masukan para pakar dan kalangan kampus serta profesional untuk bisa segera mendorong realisasi program pengentasan kemiskinan,” ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, BPS baru saja merilis laporan terjadinya penurunan rasio gini. Tercatat, hingga Maret 2016, rasio gini Indonesia sedikit mengalami penurunan menjadi 0,397 dibanding September 2015 yang berada di level 0,402 dan Maret 2015 sebesar 0,408.

Rasio gini, sebagai indikator ketimpangan, menggunakan dasar perhitungan pengeluaran per kapita. Koefisien fini atau gini ratio adalah ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan agregat (secara keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan yang sempurna).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement