Rabu 14 Sep 2016 19:38 WIB

Wiranto Janji Tindak Lanjuti Rekomendasi Simposium 1965

Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (menkopolhukam) Wiranto (tengah) berjalan keluar ruangan untuk memberikan keterangan kepada awak media mengenai dugaan kepemilikan paspor AS Menteri ESDM di kantor Menkopolhukam, Jakarta, Senin (15/8).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (menkopolhukam) Wiranto (tengah) berjalan keluar ruangan untuk memberikan keterangan kepada awak media mengenai dugaan kepemilikan paspor AS Menteri ESDM di kantor Menkopolhukam, Jakarta, Senin (15/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto berjanji terus menindaklanjuti rekomendasi simposium terkait dugaan pelanggaran HAM 1965, yang telah diserahkan kepada pemerintah pada Mei lalu.

Pernyataan tersebut diungkapkan Wiranto untuk menepis anggapan yang berkembang di masyarakat bahwa mantan Panglima ABRI itu terkesan mengabaikan upaya penyelesaian dugaan tindakan pelanggaran HAM berat pada periode 1965.

"Saya akan terus bekerja menyelesaikan masalah itu, saya jamin. Jadi masalah HAM masa lalu yang kemarin sudah tercatat untuk diselesaikan terus kita lanjutkan," ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/9).

Ia mengaku telah beberapa kali menggelar rapat di Kemenko Polhukam untuk secara khusus membahas masalah pelanggaran HAM, termasuk mengkaji satu per satu poin rekomendasi secara komprehensif, adil, dan transparan.

Kehati-hatian pemerintah dalam menangani persoalan ini dilakukan untuk menghindari proses penyelesaian yang melibatkan tuduhan atau keberpihakan terhadap pihak tertentu.

"Kita mengarah pada penyelesaian masalah yang seadil-adilnya. Jangan sampai penyelesaian masalah HAM ini justru menimbulkan masalah baru yang membebani bangsa ini," ujar Wiranto.

Ia pun mengaku selalu melibatkan mitra pemerintah seperti Komnas HAM dan para pakar hukum dalam rapat di Kemenko Polhukam, karena pertimbangan dan pandangan mereka dinilai penting dalam merumuskan penyelesaian kasus pelanggaran HAM 1965. "Intinya kami tidak mengabaikan (kasus) itu," tegas Wiranto.

Sebelumnya telah diselenggarakan dua simposium terkait pelanggaran HAM 1965. Pertama pada April 2016, yakni Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 yang menghasilkan beberapa tuntutan, usulan, dan rekomendasi, di antaranya bahwa negara harus mengakui telah melakukan kekerasan di masa lalu.

Rehabilitasi dan dilanjutkannya proses hukum, meski proses rekonsiliasi dilaksanakan, juga menjadi salah satu hal yang disuarakan oleh para korban tragedi 1965. Sementara simposium kedua yang digelar pada Juni 2016 oleh para purnawirawan TNI dengan tema "Mengamankan Pancasila dari Ancaman PKI dan Ideologi Lain", menghasilkan sembilan poin rekomendasi kepada pemerintah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement