Kamis 08 Sep 2016 21:50 WIB

Sebut Reklamasi Pulau G tak Bermasalah, Luhut Dikecam

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Ilham
Petugas memasang papan penyegelan di Pulau C dan D Proyek Reklamasi, Jakarta Utara, Rabu (11/5). (Republika/ Yasin Habibi)
Foto:

Marthin menilai keberpihakan yang ditunjukkan Luhut kepada pengembang reklamasi kali ini sebagai pembangkangan atas putusan hukum yang dikeluarkan PTUN Jakarta. Sikap seperti itu, kata dia, sangat tidak pantas diperlihatkan oleh seorang pejabat negara.

"Apalagi Luhut dulu pernah menjabat Menkopolhukam. Sikapnya itu tentu merupakan kemunduran bagi demokrasi bangsa ini, karena tidak ada lagi penghargaan yang ditunjukkan eksekutif kepada lembaga yudikatif," kecam Marthin.

Aktivis dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Edo Rakhman menyatakan, Menko Luhut seolah mengabaikan berbagai kajian lingkungan dan sosial yang ada selama ini. Termasuk di antaranya kajian dari Menteri Lingkungan Hidup, dan dokumen 'Jakarta Bay Recommendation Paper' yang diterbitkan Danish Hidrulic Institute (DHI) Water & Environtment pada 2012 lalu.

Hasil Kajian-kajian tersebut mengungkapkan, potensi kerugian dan kerusakan akibat proyek reklamasi sangatlah besar. "Karenanya, pernyataan Luhut yang menyebut keberadaan proyek reklamasi Pulau G tidak bermasalah patut dipertanyakan. Kemenko Maritim harus sesegera mungkin membuka kajian-kajian yang telah mereka lakukan selama ini kepada publik," kata Edo.

Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menyatakan proyek reklamasi Teluk Jakarta tidak bermasalah meski sempat dihentikan pada pertengahan tahun ini. "Saya lihat enggak ada masalah. Tadi dilaporkan, semua manageable (bisa diatasi)," katanya di Kantor Kemenko Kemaritiman, Jakarta, Rabu (7/9).

Luhut juga mengklaim salah satu masalah di Pulau G telah selesai dievaluasi. Masalah itu adalah menyangkut status bahaya proyek tersebut yang terletak hanya 500 meter dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap Muara Karang. PLTU Muara Karang itu sendiri dikatakan sangat mengandalkan air laut sebagai air baku untuk menghasilkan listrik dan mendinginkan pembangkit.

"Jadi soal air yang dibilang cooling water (air pendingin) untuk PLTU di sana dianggap bahaya. Setelah dibuat rekayasa teknik, sepertinya tidak ada masalah. Malah temperaturnya bisa turun satu derajat," ucap Luhut lagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement